Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda Yakin Bebas

Kompas.com - 27/09/2012, 07:31 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan suap cek perjalanan, Miranda S Goeltom meyakini majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan memutus bebas dirinya dalam sidang pembacaan vonis, Kamis (27/9/2012) pagi ini. Pihak Miranda menilai tidak ada alasan bagi hakim memutusnya bersalah jika melihat fakta persidangan selama ini.

"Kami berharap majelis hakim akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta di persidangan semata-mata, majelis tidak terikat pada tuntutan jaksa yang berdasarkan asumsi semata. Kami yakin dan berharap Miranda akan diputuskan bebas," kata salah satu pengacara Miranda, Andi S Simangungsong melalui pesan singkat, Rabu (26/9/2012).

Pengacara Miranda lainnya, Dodi Abdul Kadir mengatakan, tuntutan yang disusun jaksa penuntut umum KPK jelas tidak berdasarkan fakta persidangan. "Melainkan cerita penuntut umum yang dikarang sendiri," ujarnya.

Dalam persidangan sebelumnya penuntut umum KPK meminta majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan terhadap Miranda.

Jaksa menilai Miranda terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan bersama-sama menyuap anggota DPR 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004. Pemberian suap ke anggota DPR tersebut dilakukan dalam bentuk cek perjalanan.

Dodi menilai, kesimpulan jaksa tersebut berbeda dengan hasil persidangan selama ini. Contohnya, kata dia, poin kesimpulan jaksa yang mengatakan bahwa benar Miranda melakukan pertemuan dengan anggota DPR 1999-2004, Paskah Suzetta, Endin Soefihara, dan Hamka Yandhu, di kediaman Nunun Nurbaeti di Jalan Cipete Raya sebelum fit and proper test calon DGS BI 2004. Seusai pertemuan tersebut, menurut jaksa, Nunun mendengar ada yang mengatakan "Ini bukan proyek thank you ya", yang artinya ini tidak gratis.

Dodi menyanggah kesimpulan jaksa tersebut. Dia mengatakan bahwa pertemuan di rumah Nunun itu tidak pernah ada. Para anggota dewan itu pun, katanya, tidak mengakui pertemuan tersebut. Kemudian, kata Dodi, kepala rumah tangga Nunun, Lini Suparni sendiri mengatakan bahwa Miranda hanya bertemu dengan Nunun seorang.

"Dia ketemu awal 2004, itu kan bisa Januari, Februari, jauh sebelum fit and proper test DGS BI. Dan itu pertemuan kan hanya Bu Nunun dan Miranda," ujarnya.

Adapun Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap dalam kasus ini, sementara lebih dari 25 anggota DPR yang dianggap terbukti menerima cek perjalanan telah menjalani masa hukumannya.

Dodi mengakui, peristiwa pemberian cek perjalanan ke anggota DPR itu memang ada. Namun, ditegaskannya, pemberian itu tidak terkait dengan Miranda. "Apa keuntungan yang didapat Bu Nunun dari Miranda? Gak ada Bu Miranda memberikan fasilitas, jadi apa motivasinya?" ujar Dodi.

Hal yang benar, lanjutnya, Nunun menerima cek perjalanan itu seorang diri dan membagi-bagikannya kepada para anggota dewan tanpa sepengetahuan Miranda.

"Ini kan seperti Jokowi, waktu pencalonan gubernur, pendukungnya kan berbuat banyak macamnya, apa pasti tindakan itu diketahui Jokowi dan Ahok?" katanya mengumpamakan pemilihan DGS BI dengan pemilihan gubernur DKI Jakarta 2012 yang dimenangi pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama.

Dodi pun menyinggung masalah penetapan Miranda sebagai tersangka yang sempat diperdebatkan internal KPK. Kemudian dia mengingatkan soal putusan sela hakim Tipikor yang dibacakan beberapa waktu lalu. Saat itu, satu anggota majelis hakim berpendapat beda (dissenting opinion).

Satu hakim itu, katanya, menilai surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum KPK sudah kedaluwarsa sehingga tuntutannya bisa batal demi hukum. "Ini baru pertama kali, ada hakim bilang dakwaan tidak bisa diterima. Ya kan. Hakim bilang, penggunaan pasal sudah kedaluwarsa," ujarnya.

Lantas, akankah Miranda diputus bebas hari ini?

Berita terkait persidangan dan vonis Miranda dapat diikuti dalam topik "Vonis Miranda Goeltom"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com