Berdasarkan Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, kewenangan penanganan kasus Korlantas ada di KPK. Polisi tidak punya kewenangan menyidik kasus itu.
”Dari sini jelas, kejaksaan harus patuh kepada undang-undang sehingga harus mengembalikan berkas perkara yang dikirim kepolisian. Apalagi, penyidikan yang dilakukan Polri punya potensi konflik kepentingan dan dikhawatirkan bisa melindungi perwira-perwira tinggi,” kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, Selasa (18/9) di Jakarta.
Jaksa Agung Basrief Arief secara terpisah mengatakan, Kejagung tengah meneliti berkas kasus dugaan korupsi di Korlantas yang diajukan penyidik Polri. Di akhir penelitian, tim peneliti akan memberikan pendapat yang menentukan apakah kasus itu dilanjutkan prosesnya oleh Kejagung atau dikembalikan kepada Polri.
”Sudah masuk di pidsus (bagian pidana khusus). Sudah ada timnya,” kata Basrief Arief di Kantor Presiden.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, sebagai jalan tengah untuk mengakhiri konflik KPK dan Polri, sebaiknya kedua institusi tersebut menyerahkan proses penuntutan kepada Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi.
Sementara menurut pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, Presiden perlu turun tangan menengahi konflik KPK dan Polri. Tanpa putusan Presiden, penanganan kasus tersebut dikhawatirkan bakal berlarut-larut sehingga bertentangan dengan kepastian hukum.
”Ini bukan intervensi hukum. Justru merupakan kewajiban Presiden sebagai kepala negara untuk menengahi konflik yang terjadi pada institusi di bawahnya,” katanya.