Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hentikan Penempatan TKI Ke Malaysia Secara Permanen

Kompas.com - 14/09/2012, 22:57 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan penghentian sementara (moratorium) penempatan TKI informal Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) ke Malaysia, yang diberlakukan pemerintah Indonesia sejak Juni 2009, sebaiknya tidak perlu dicabut.

Pasalnya, saat ini masih terjadi pengabaian hak-hak maupun pemberangusan kehormatan TKI baik oleh pengguna ataupun aparat resmi di Malaysia.

"Bahkan, moratorium TKI PLRT tersebut harus ditingkatkan menjadi penghentian secara permanen untuk negara tersebut," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang di antaranya membidangi penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, Irgan Chairul Mahfiz, Jumat (14/9) malam di Jakarta.

Menurut politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, pemerintah juga diharapkan menerapkan moratorium untuk penempatan TKI sektor formal perkebunan ke Malaysia, mengingat keberadaannya tergolong rawan dan acap melahirkan berbagai penistaan kemanusiaan, pengepungan aparat polisi hingga ke hutan-hutan, termasuk adanya kesengajaan dalam membiarkan ketidakpastian gaji bagi para TKI.

"Memang, kenyataan itu dialami oleh umumnya para TKI tidak berdokumen lengkap yang bekerja di area perkebunan. Tapi, sikap perusahaan di Malaysia yang terus membiarkan penerimaan para TKI seperti ini juga tidak bisa dibenarkan," ujarnya.

Selanjutnya, kata Irgan, fenomena para TKI perkebunan yang dipandang ilegal dengan jumlah ratusan ribu itu, seolah dipertahankan oleh para pengguna perusahaan demi menciptakan penyanderaan agar para TKI tidak berdaya menuntut hak-haknya yang meliputi gaji serta pelayanan kesehatan.

"Lebih dari itu, perusahaan pun sewaktu-waktu dapat berkongsi dengan aparat untuk keperluan teror, pemerasan, serta penangkapan yang tidak manusiawi terhadap TKI," jelas Irgan.

Ia menambahkan, pemerintah bukan tidak memahami permasalahan ini karena sudah terjadi sekian lama. Namun anehnya, pemerintah bagai tak serius menangani nasib buruk para TKI ilegal yang bekerja di sejumlah perkebunan Malaysia.

"Jadi, perbaikannya harus melalui moratorium TKI perkebunan, setelah itu dilakukan pembenahan dalam perekrutan resmi berdasarkan kontrak-kontrak hukum yang adil dan jelas demi kemartabatan TKI. Jika hal ini sudah diupayakan maka penempatan TKI untuk perkebunan bisa dibuka kembali," tuturnya.

Sementara itu, terkait penghentian permanen penempatan TKI PLRT ke Malaysia, pemerintah dapat mencari negara lain yang mampu mengakomodir hak-hak TKI PLRT secara bermartabat, di samping memperlakukan keberadaan para TKI dengan sebaik-baiknya sebagaimana di Hongkong atau Taiwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

    THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

    Nasional
    Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

    Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

    Nasional
    Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

    Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

    Nasional
    Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

    Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

    Nasional
    Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

    Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

    Nasional
    Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

    Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

    Nasional
    UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

    UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

    Nasional
    Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

    Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

    Nasional
    Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

    Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

    Nasional
    Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

    Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

    Nasional
    Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

    Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

    Nasional
    Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

    Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

    Nasional
    KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

    KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

    Nasional
    Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

    Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

    Nasional
    Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

    Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com