Jakarta, Kompas -
Keberatan pertama terkait metode dakwaan jaksa yang mengandalkan dakwaan alternatif. Menurut ketua tim pembela hukum Angie, Tengku Nasrullah, dakwaan alternatif seharusnya hanya digunakan bila tindak pidana tidak sejenis. ”Pendakwaan dengan Pasal 64 KUHP, perbuatan berlanjut, hanya boleh digunakan dalam perbuatan yang sejenis dan selisih waktunya tidak terlalu lama,” ujar Tengku.
Tengku menyimpulkan, penggunaan bentuk dakwaan alternatif dan pencantuman Pasal 64 KUHP dalam surat dakwaan dianggap berbenturan satu sama lain dari sisi doktrin, praktik peradilan, dan kepentingan pembelaan bagi terdakwa.
Keberatan lain adalah mempermasalahkan locus delicti atau lokasi tempat kejadian, yaitu di kantor DPR, yang dalam dakwaan jaksa disebut di Jakarta Selatan, padahal seharusnya di Jakarta Pusat. Keberatan ketiga, dakwaan jaksa penuntut umum tidak merumuskan perbuatan penerimaan uang oleh terdakwa.
Angie didakwa menerima uang Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS, tetapi tidak disebutkan berapa yang diterima terdakwa dan berapa yang diterima pihak lain. Uang tersebut diterima dalam rentang antara Maret 2010 dan November 2010 saat Angelina menjadi anggota Badan Anggaran DPR dan Koordinator Kelompok Kerja Komisi X.
”Uraian surat dakwaan saudara penuntut umum di atas tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, dan menyesatkan,” kata Tengku.
Karena itu, Angie melalui penasihat hukumnya menuntut agar surat dakwaan dibatalkan atau setidaknya dakwaan tidak dapat diterima.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda jawaban atas eksepsi dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.