Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pihak Angelina Nilai Dakwaan Jaksa Menyesatkan

Kompas.com - 13/09/2012, 12:53 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim pengacara terdakwa kasus dugaan suap proyek di Kemenpora dan Kemendiknas, Angelina Sondakh, meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal demi hukum. Pihak Angie menilai, surat dakwaan tersebut kabur, tidak jelas, tidak cermat, dan menyesatkan sehingga harus dibatalkan.

Permintaan itu disampaikan tim pengacara Angelina melalui eksepsi atau nota keberatannya yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/9/2012).

"Kami mohon hakim menjatuhi putusan menerima keberatan atau eksepsi seluruhnya, menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum," kata pengacara Angelina, Tengku Nasrullah.

Eksepsi ini menanggapi surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK dalam persidangan sebelumnya. Jaksa KPK mendakwa Angelina menerima pemberian atau janji dari Grup Permai berupa uang yang nilai totalnya Rp 12 miliar dan 2.350.000 dollar AS atau sekitar Rp 22 miliar.

Uang tersebut, menurut jaksa, merupakan imbalan atas jasa Angelina menggiring anggaran proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Pemberian uang tersebut dilakukan antara Maret 2010 dan November 2010. Saat itu, Angelina menjadi anggota Badan Anggaran DPR sekaligus Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Komisi X.

Dalam eksepsinya, Nasrullah mengatakan bahwa Angelina selaku koordinator Pokja Komisi X saat itu tidak memiliki kewenangan untuk mengatur penganggaran proyek sendirian.

"Pada praktiknya, koordinator kelompok kerja lebih banyak jadi juru bicara untuk menyampaikan hasil rapat Komisi X," kata Nasrullah.

Semua penganggaran proyek pemerintah, lanjutnya, dibahas bersama-sama pemerintah dengan DPR sehingga tidak ada ruang bagi pribadi atau individu. Selain itu, tim pengacara Angelina menilai konstruksi pasal yang didakwakan kepada kliennya itu tidak cermat dan menyesatkan.

Dalam surat dakwaannya, jaksa KPK menjerat Angelina dengan pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disusun secara alternatif. Sementara Nasrullah menilai kalau peyusunan pasal dakwaan secara alternatif tidaklah tepat. Menurut dia, rangkaian alternatif hanya bisa digunakan jika tindak pidana yang dituduhkan berdekatan corak dan ciri kejahatannya tetapi tidak sejenis. 

"Apa yang diduga dilakukan terdakwa adalah tindak pidana yang meliputi beberapa tindak pidana dan sejenis. Maka kami pandang dakwaan ini tidak sinkron, tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menarik pasal tindak pidana dalam rumusan dakwaan sehingga merugikan terdakwa," paparnya.

Selain itu, menurut Nasrullah, tidak tepat jika jaksa menggunakan Pasal 64 Ayat 1 KUHP dalam dakwaan yang disusun alternatif.

Seperti diberitakan sebelumnya, dakwaan pertama Angelina memuat Pasal 12 Huruf a juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Dalam dakwaan tersebut dinyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang diuraikan dalam dakwaan merupakan perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP). Adapun perbuatan berlanjut itu dapat terjadi hanya pada perbuatan-perbuatan yang sejenis.

"Sehingga terjadi kekacauan dan kekaburan dalam dakwaan," tambah Nasrullah.

Hal lain yang menjadi keberatan pihak Angelina adalah surat dakwaan jaksa yang dianggapnya tidak menguraikan jelas bagian mana dan berapa uang yang disebut diterima Angelina untuk proyek pendidikan tinggi dan bagian mana untuk program sarana prasarana olahraga Kemenpora serta bagian mana yang diterima pihak lain.

"Uang bukanlah semua diterima terdakwa, tetapi sebagian besar diterima pihak lain. Penuntut umum tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap, dan merugikan terdakwa," katanya.

Tim pengacara juga menilai Angelina tidak seharusnya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara karena penggunaan Pasal 12 Huruf a dalam dakwaan pertama. Penggunaan pasal tersebut, menurutnya, bisa dilakukan jika inisiatif penerimaan suap datang dari Angelina selaku penyelenggara negara.

"Inisiatif pemberian di sini muncul dari si pemberi dan si pemberi lah yang menawarkan. Jika penuntut umum jeli dan tegas, dakwaan tidak jelas dan cermat," ujar Nasrullah.

Dalam persidangan hari ini, Angelina tidak membacakan eksepsi pribadinya. Dia tampak memperhatikan setiap kalimat dalam nota eksepsi yang dibacakan tim pengacaranya itu. Atas eksepsi ini, tim jaksa KPK akan mengajukan tanggapan yang dibacakan dalam persidangan selanjutnya, Rabu pekan depan.

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik "Dugaan Suap Angelina Sondakh"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Nasional
    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Nasional
    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Nasional
    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Nasional
    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    Nasional
    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Nasional
    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Nasional
    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Nasional
    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    Nasional
    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Nasional
    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Nasional
    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Nasional
    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    Nasional
    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com