JAKARTA, KOMPAS.com — Tim pengacara terdakwa kasus dugaan suap proyek di Kemenpora dan Kemendiknas, Angelina Sondakh, meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal demi hukum. Pihak Angie menilai, surat dakwaan tersebut kabur, tidak jelas, tidak cermat, dan menyesatkan sehingga harus dibatalkan.
Permintaan itu disampaikan tim pengacara Angelina melalui eksepsi atau nota keberatannya yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/9/2012).
"Kami mohon hakim menjatuhi putusan menerima keberatan atau eksepsi seluruhnya, menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum," kata pengacara Angelina, Tengku Nasrullah.
Eksepsi ini menanggapi surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK dalam persidangan sebelumnya. Jaksa KPK mendakwa Angelina menerima pemberian atau janji dari Grup Permai berupa uang yang nilai totalnya Rp 12 miliar dan 2.350.000 dollar AS atau sekitar Rp 22 miliar.
Uang tersebut, menurut jaksa, merupakan imbalan atas jasa Angelina menggiring anggaran proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Pemberian uang tersebut dilakukan antara Maret 2010 dan November 2010. Saat itu, Angelina menjadi anggota Badan Anggaran DPR sekaligus Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Komisi X.
Dalam eksepsinya, Nasrullah mengatakan bahwa Angelina selaku koordinator Pokja Komisi X saat itu tidak memiliki kewenangan untuk mengatur penganggaran proyek sendirian.
"Pada praktiknya, koordinator kelompok kerja lebih banyak jadi juru bicara untuk menyampaikan hasil rapat Komisi X," kata Nasrullah.
Semua penganggaran proyek pemerintah, lanjutnya, dibahas bersama-sama pemerintah dengan DPR sehingga tidak ada ruang bagi pribadi atau individu. Selain itu, tim pengacara Angelina menilai konstruksi pasal yang didakwakan kepada kliennya itu tidak cermat dan menyesatkan.
Dalam surat dakwaannya, jaksa KPK menjerat Angelina dengan pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disusun secara alternatif. Sementara Nasrullah menilai kalau peyusunan pasal dakwaan secara alternatif tidaklah tepat. Menurut dia, rangkaian alternatif hanya bisa digunakan jika tindak pidana yang dituduhkan berdekatan corak dan ciri kejahatannya tetapi tidak sejenis.
"Apa yang diduga dilakukan terdakwa adalah tindak pidana yang meliputi beberapa tindak pidana dan sejenis. Maka kami pandang dakwaan ini tidak sinkron, tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam menarik pasal tindak pidana dalam rumusan dakwaan sehingga merugikan terdakwa," paparnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.