JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) bertolak ke dua negara, Denmark dan Turki, dengan alasan pembahasan Rancangan Undang-Undang Palang Merah. Kunjungan kerja itu lalu dikritik lantaran hanya untuk kepentingan logo, sementara rombongan sampai menghabiskan uang Rp 1,3 miliar.
Bagaimana tanggapan mereka? Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bochori Yusuf, mengatakan bahwa RUU Palang Merah cukup sensitif lantaran hendak menentukan lambang apa yang akan digunakan dalam gerakan sosial, apakah red cross atau bulan sabit. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya ingin mengecek bagaimana kondisi dua negara asal muasal red cross dan bulan sabit.
"Kepentingan kunjungan kita ke sana untuk memastikan bagaimana kondisi kebatinan masing-masing," kata Bochori di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/9/2012).
Dari hasil pertemuan dengan Kementerian Luar Negeri dan parlemen di Denmark, kata Bochori, disimpulkan bahwa negara tidak mengatur palang merah secara khusus. Bahkan, kata dia, peran serta pemerintah terhadap palang merah terkait anggaran hanya di bawah 5 persen dari sumbangan masyarakat.
Anggota Baleg lain dari Fraksi PDI Perjuangan, Hoing Sanny, menolak jika pihaknya ke luar negeri hanya untuk menentukan logo. Menurut dia, pihaknya perlu mempelajari bagaimana pengelolaan palang merah di kedua negara itu. Namun, dia tak menjelaskan hasil temuan secara rinci.
Ketua rombongan kunjungan kerja (kunker) ke Denmark dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Dimyati Natakusuma, juga menolak jika kunker itu disebut hanya menghamburkan uang negara. Menurut dia, kunker itu sangat baik lantaran selain memantau mengenai palang merah, pihaknya juga memantau pengelolaan air Denmark.
"Itu kan tergantung bagaimana titik menilai. Persepsi itu bisa positif, bisa negatif. Bagi kita yang mengalami, itu positif," kata Dimyati.
Ketika ditanya mengapa kunker sampai berombongan hingga sekitar 20 orang, Bochori menjawab, "Aturan di DPR sudah jelas kalau yang melakukan kunjungan itu sebanyak anggota panja, representasi parpol. Tidak mungkin parpol diwakili, pasti tidak mau."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.