Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intelijen Tumpul?

Kompas.com - 04/09/2012, 11:09 WIB
OLEH KIKI SYAHNAKRI

Konflik horizontal yang melibatkan dua kelompok sesama Muslim terjadi kembali Minggu (26/8/2012) pagi di Sampang, Madura. Seolah menegaskan, bangsa ini memang kian tambah rentan konflik.

Pancasila, nilai luhur kekeluargaan, toleransi, semangat Bhinneka Tunggal Ika, atau respek terhadap perbedaan yang merupakan warisan budaya bangsa pun kian tergerus. Membuat kecemasan akan masa depan bangsa pun kian meningkat.

Tindakan kekerasan yang menelan korban 2 tewas, 6 terluka, 37 rumah dibakar sehingga 205 orang terpaksa mengungsi (Kompas, 28/8/12) ini terjadi dalam suasana Idul Fitri yang seharusnya bagi umat Islam saat saling memaafkan. Sebanyak 900 lebih jiwa juga jadi korban selama mudik tanpa ada pernyataan belasungkawa dari pejabat pemerintah mana pun. Reaksi para pejabat pemerintah serentak bermunculan terkait kasus Sampang, termasuk dari Presiden SBY. Secara klasik, tudingan pertama diarahkan kepada institusi Polri yang dinilai terlambat serta intelijen yang tumpul.

Tak ditangani dengan baik?

Institusi intelijen berfungsi dan bertugas menyediakan bahan intelijen—informasi dari jaringan badan pengumpul atau informan yang sudah diolah dan diklasifikasi—untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pengguna dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks Sampang, penggunanya adalah pihak pemerintah (pusat maupun daerah).

Namun, sesungguhnya, konflik Sampang bukanlah masalah tiba-tiba, melainkan kelanjutan dari konflik lalu karena kasus yang sama dan di lokasi yang sama terjadi pula pada 29 Desember 2011, bahkan ada juga yang mengatakan bibit konflik tumbuh sejak 2006. Kasus Sampang terakhir bukan lagi masalah intelijen karena persoalannya sudah lama nongkrong di depan mata.

Pertanyaan besarnya, selama ini apa saja yang dikerjakan institusi pengguna bahan intelijen? Aparat kepolisian, sesuai fungsi dan tugasnya sebagai bagian dari crime justice system, baru beraksi sebagai penyelidik dan penyidik manakala sudah terjadi kasus. Sementara upaya pencegahan, penangkalan, serta penyelesaian akar masalah secara tuntas merupakan ranah pemerintah pusat dan daerah. Dengan kata lain, kasus Sampang akumulasi dari potensi konflik yang tak ditangani dengan baik dan sungguh-sungguh.

Sejatinya, peningkatan konflik di Indonesia, terutama konflik horizontal sejak Reformasi 1998, merupakan konsekuensi dari dianutnya liberalisme, yang secara filosofis mensyaratkan kebebasan individual. Sebagai perwujudannya dan demi demokrasi, Indonesia pun terbuka bagi ideologi transnasional atau kelompok mana pun, termasuk ideologi radikal yang bertentangan dengan Pancasila. Celakanya, dihadapkan pada aspek pendidikan, kesejahteraan, dan kedewasaan berdemokrasi—termasuk para politisi—yang masih jauh dari memadai, yang muncul adalah atmosfer kebebasan luas nyaris tanpa batas. Dengan demikian, tak mengherankan kalau pada akhirnya masyarakat kita menjadi rentan konflik.

Pendekatan teritorial

Konsep pembinaan teritorial TNI berorientasi pada aspek pencegahan dan penangkalan, termasuk bagi aneka macam potensi konflik di Tanah Air. Berangkat dari penilaian lingkungan strategis, secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak pada posisi amat strategis, dan memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Konsekuensinya, beredar kepentingan asing yang berpotensi menimbulkan konflik.

Secara demografis, kita punya keanekaragaman multiaspek luar biasa. Di satu sisi, kondisi ini keunggulan komparatif bangsa. Namun, di sisi lain, kandungan konfliknya cukup tinggi sehingga kalau tak dikelola baik, akan muncul konflik nyata. Dengan demikian, secara natural/kodrati Indonesia memang mengandung potensi konflik cukup tinggi. Apalagi dengan situasi aktual yang liberalistik.

Pada masa lalu setiap satuan teritorial (satter) TNI diharuskan memiliki petunjuk teritorial yang isinya antara lain ”peta konflik”, yang setidaknya menggambarkan sumber dan potensi konflik. Sumber bisa berasal dari masalah agama, etnik, ekonomi, tanah, dan lainnya. Unsur potensi biasanya menajamkan dari sumber mana dan di daerah mana potensi konflik akan muncul jadi konflik nyata. Setiap satter harus punya konsep pencegahan dan mitigasi konflik di daerah terkait.

Setelah reformasi yang kebablasan, kini fungsi pembinaan teritorial (binter) TNI jadi lemah (dilemahkan). Di sisi lain, fungsi yang seharusnya kini jadi milik pemda ini tak dilakukan sungguh-sungguh, fokus, dan konsisten sehingga potensi konflik tak tertangani dengan baik. Dari penilaian lingkungan strategis di atas, sebenarnya sangat beralasan bagi TNI untuk memiliki dan melaksanakan fungsi binternya. Potensi konflik yang kita miliki terlalu besar jika hanya ditangani pemda.

Pelaksanaan fungsi binter TNI akan menurun dengan sendirinya apabila fungsi pemerintahan negara dari pusat sampai daerah berjalan baik dan efektif sehingga pemenuhan hak asasi warga negara, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan, dengan mudah dan murah terpenuhi. Namun, bukan berarti harus memberikan kembali peran satter seperti pada zaman Orde Baru yang sangat politis untuk kepentingan kekuasaan.

KIKI SYAHNAKRI Ketua Dewan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Nasional
    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

    Nasional
    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com