Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Sudah Jelas Penyidikan di KPK

Kompas.com - 30/08/2012, 19:55 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai substansi Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah diatur dengan jelas. Dalam pasal tersebut disebutkan kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi dengan jelas merupakan kewenangan KPK. "Coba baca dengan cermat Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang KPK itu, sudah jelas kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi ada di KPK. Tidak perlu diragukan lagi," ujar Mohamad Alim, hakim MK dalam sidang perdana pengujian undang-undang, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (30/8/2012).

Alim menambahkan, tentang penyidikan ganda yang saat ini terjadi di antara KPK dan Bareskrim Polri bukan kesalahan substansi dari suatu undang-undang. Dia menjelaskan hal itu hanya merupakan masalah penafsiran yang berbeda-beda dari tiap orang. "Penafsiran UU KPK mengenai obyek penyidikannya juga sudah jelas mengenai tindak pidana korupsi," tegasnya.

Sebelumnya, pemohon mengatakan ada ketidakjelasan frasa dalam merumuskan wewenang obyek penyidikan yang dimiliki KPK setelah kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan diakhiri karena KPK memulai penyidikan. Sementara itu, anggota hakim majelis pleno Anwar Usman menilai permohonan yang diajukan para pemohon adalah meminta penafsiran MK terkait kewenangan KPK. "Perkara ini minta penafsiran Pasal 50 supaya keberadaan KPK diperkuat," ujar Anwar.

Ketua Hakim Majelis Pleno, Maria Farida Indrati hanya mengoreksi sistematika penulisan permohonan. Masih ada teknis penulisan yang perlu diperbaiki. Hakim Maria juga meminta pemohon lebih jelas dalam mengajukan permohonan terutama kerugian konstitusional yang dialami pemohon.

Pengujian materi terhadap Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang KPK ini dimohonkan oleh tiga orang pengacara, yakni Habiburokhman, Maulana Bungaran, dan Munatsir Mustaman. Mereka meminta MK untuk memberikan tafsiran yang tegas terkait kewenangan penyidikan perkara dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Pasalnya, KPK dan Polri bersengketa mengenai wewenang penyidikan perkara tersebut.

Dalam permohonannya, Habiburokhman menyebut bahwa terjadi penyidikan ganda dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang saat ini sedang disidik bersama antara KPK dan Kepolisian RI. Penafsiran ini, menurutnya, mencuat karena ketidakjelasan frasa "kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan" yang menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pemohon uji materi Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku lega dengan pernyataan hakim konstitusi. Alasannya, pernyataan hakim sidang majelis pleno yang menilai UU KPK sudah jelas, sepaham dengan idealisme pemohon.

Habiburokhman menganggap MK telah sepakat bahwa wewenang penyidikan perkara korupsi simulator SIM Korlantas Polri berada di tangan KPK. "Ini sudah bagus, mau apa lagi polisi? Ini yang menyatakan MK lho bahwa wewenang ada di KPK. Yang belakangan terjadi polisi selalu menggunakan KUHAP sebagai tameng dalam menyidik kasus simulator SIM. Padahal ada asas-asas hukum yang perlu diingat, seperti lex spesialis dan lex superior. Produk hukum yang lebih baru berlaku daripada yang lama," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com