JAKARTA, KOMPAS.com — Tertangkapnya dua hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi dinilai harus dijadikan momentum untuk membenahi secara menyeluruh sistem perekrutan hakim ad hoc pengadilan tipikor serta sistem persidangan. Membubarkan pengadilan tipikor karena kualitas hakim yang buruk dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan melahirkan masalah baru.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saifuddin, di Jakarta, Kamis (23/8/2012), menyikapi keberadaan pengadilan tipikor pasca-tertangkapnya dua hakim.
Sebelumnya, KPK berkerja sama dengan Mahkamah Agung menangkap tangan dua hakim ad hoc ketika menerima suap. Keduanya adalah Kartini Juliana Magdalena Marpaung yang bertugas di Semarang dan hakim Heru Kisbandono yang bertugas di Pontianak.
Lukman mengatakan, idealnya pengadilan tipikor tidak di tiap provinsi atau hanya per wilayah saja. Namun, lantaran di dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor sudah diatur harus ada di tiap ibu kota provinsi, maka fokus perbaikan sebaiknya dalam perekrutan.
"Mahkamah Agung dengan dukungan Komisi Yudisial harus memperketat seleksi dengan lebih menekankan aspek integritas dan kapabilitas hakim. Tunjangan kesejahteraan mereka juga harus jadi perhatian utama agar mereka mampu bekerja profesional," kata Lukman.
Lukman mengingatkan publik agar tidak hanya menyoroti majelis hakim terkait banyaknya putusan bebas di pengadilan tipikor. Perlu ada evaluasi proses penyelidikan dan penyidikan di institusi penegak hukum hingga penuntutan di pengadilan.
"Maka MA dengan dukungan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK, kita harapkan segera berdiri paling depan dalam pembenahan sistem peradilan tipikor," pungkas Lukman.
Seperti diberitakan, berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang disampaikan ke MA awal Agustus lalu, pengadilan tipikor di daerah banyak membuat putusan bebas (71 terdakwa). Dari 33 pengadilan tipikor yang ada, Pengadilan Tipikor Surabaya tercatat paling banyak membebaskan terdakwa korupsi (26 terdakwa). Peringkat ini disusul Pengadilan Tipikor Samarinda (15 terdakwa) dan Pengadilan Tipikor Bandung (5 terdakwa).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.