JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah saksi yang dihadirkan dalam persidangan mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) 2004 Miranda Goeltom, Senin (13/8/2012), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, mengungkapkan, mereka menduga uang yang diberikan dalam bentuk cek perjalanan terkait dengan pemenangan Miranda.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004 asal Fraksi TNI/Polri, Udju Djuhaeri, mengemukakan, ia menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta pada 8 Juni 2004. Cek tersebut diambilnya di sebuah kantor di Jalan Riau, Menteng, yang diketahui sebagai kantor Nunun Nurbaeti.
"Iya (ada dugaan terkait pemilihan DGS BI) karena saya hanya menerima itu tidak lama waktunya dengan pemilihan," kata Udju di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Meskipun demikian, Udju mengaku tidak memilih Miranda sebagai DGS BI 2004 dengan alasan tidak ada komitmen untuk itu. Dia mengaku tidak pernah diminta Nunun untuk memilih Miranda.
Sebelum pemilihan DGS BI berlangsung di parlemen, Udju mengaku pernah bertemu dengan Miranda bersama anggota DPR Fraksi TNI/Polri lainnya. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 - 35 menit di kantor Graha Niaga, depan Ratu Plaza, Jakarta itu, Miranda memaparkan visi dan misinya sebagai calon DGS BI.
Saat itu, Udju mengaku diundang Miranda. "Saya diundang. Undangannya per telepon, diundang untuk makan malam bersama. Ada pembicaraan, ngobrol-ngobrol masalah kekeluargaan," ungkapnya.
Saksi lainnya, anggota DPR 1999-2004 asal Fraksi TNI/Polri, Darsup Yusuf, mengaku ikut dalam pertemuan dengan Miranda di Graha Niaga tersebut. Menurut Darsup, dalam pertemuan itu Miranda menyampaikan soal pamflet yang dinilainya mendiskreditkan kehidupan pribadinya yang tidak harmonis.
"Kami hanya mendengar dari Bu Miranda. Dalam pertemuan itu Miranda menyampaikan soal pamflet yang mendiskreditkan kehidupan pribadi yang tidak harmonis. Tapi setelah itu, enggak disinggung lagi," tuturnya. Darsup juga mengaku menerima cek perjalanan bersamaan dengan Udju.
Keterangan senada disampaikan anggota DPR 1999-2004 asal Fraksi TNI/Polri, Suyitno, yang juga bersaksi dalam persidangan hari ini. Menurutnya, meskipun Miranda tidak menyampaikan langsung agar anggota dewan tidak menanyakan masalah keluarganya dalam fit and proper test DGS BI 2004, Suyitno bisa menangkap kalau dalam pertemuan dengan Fraksi TNI/Polri itu Miranda menunjukkan ketidaknyamanannya jika masalah itu dipertanyakan nanti.
"Ibu Miranda tidak pernah mengatakan, tolong jangan ditanya lagi masalah keluarga, tapi kan dengan beliau menyatakan itu, menunjukkan beliau tidak nyaman," ujarnya.
Menanggapi keterangan saksi Suyitno ini, Miranda kembali menegaskan tidak pernah meminta ke anggota DPR fraksi TNI/Polri agar tidak menanyakan masalah keluarganya dalam fit and proper test calon DGS BI.
Dalam kasus ini Miranda didakwa menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihannya sebagai DGS BI 2004. Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain, Hamka Yandhu (fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (fraksi PDI Perjuangan), dan Endin Soefihara (fraksi PPP).
Cek Perjalanan senilai Rp 20,8 miliar tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar. Adapun Nunun divonis dua tahun enam bulan karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.