Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Dukung Foke, Sebuah Blunder Politik?

Kompas.com - 13/08/2012, 12:30 WIB

Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen


KOMPAS.com
- Setelah PKS menyatakan dukungan, maka pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi mendapat perkuatan pendukung, selain Partai Demokrat, PAN, PPP, PKB, Hanura, Partai Golkar dan terakhir PKS. Sementara pasangan Jokowi-Ahok mendapat dukungan utama PDIP dan Gerindra. Apakah Jokowi-Ahok akan kalah? Nah, penulis mencoba membahas posisi terakhir parpol dan secara khusus keputusan PKS tersebut.

Setelah mengikuti deklarasi  dukungan, Foke semakin yakin bahwa dirinya akan memenangkan Pilgub putaran kedua. Menurutnya hal itu tentu diiringi oleh kerja keras untuk dapat memenangkan kursi nomor satu di Jakarta ini. ”Sudah barang tentu kita harus bekerja keras untuk meraih kemenangan. Saya bersyukur mendapat dukungan partai. Tapi yang lebih berperan penting adalah suara rakyat,” kata Foke.

Dalam hal ini sebagai incumbent, Foke sangat menyadari bahwa dalam perhelatan perebutan kursi Gubernur DKI, yang sangat berpengaruh adalah suara rakyat. Kita lihat pada putaran pertama Pilgub, Pasangan  independen (tanpa partai), Faisal Basri-Biem Benyamin mendapat dukungan 215.935 suara (4,98%), mengalahkan  pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono yang didukung partai kondang Golkar dan PPP, hanya memperoleh dukungan 202.643 suara (4,67%). Fakta ini menunjukkan bahwa konstituen Jakarta jauh lebih fokus dan tertarik kepada figur yang dipilih.

Lantas, bagaimana dengan putaran kedua? Langkah Foke-Nara dalam melakukan lobi politik dapat dikatakan berhasil mempengaruhi tokoh parpol, terlihat Golkar DKI Jakarta dan kini PKS Jakarta dan PPP  juga berhasil dia tarik ke pihaknya. Memang kebesaran Partai Demokrat dan PKS sebagai jawara pada pemilu 2009 di DKI Jakarta tidak diragukan, tetapi dalam pemilihan pemimpin di DKI Jakarta ada hal lain yang perlu mendapat perhitungan dengan lebih teliti. Perhitungan tersebut didasari dengan kata “perubahan dan harapan.” Perubahan yang dimaksud adalah merubah tatanan kehidupan di Jakarta yang dinilai warganya menjadi “sumpek.” Nah, mereka kini mencoba mencari alternatif pemimpin baru yang bisa memberikan harapan tadi.

Pemilih Jakarta jauh lebih cerdas dibandingkan pemilih di daerah lain. Pada putaran pertama, terlihat komposisi pemilih mengerucut kepada Jokowi-Ahok sebagai tokoh sederhana, kelas lokal, kemudian pemilih kedua kepada incumbent. Sementara calon lainnya berada jauh dibelakang perolehan suara keduanya. PKS yang dalam pemilu 2009 suaranya 18 persen lebih, kini hanya diapresiasi 11,72 persen. Sedang dalam Pilkada tahun 2007, jago PKS Adang Darajatun-Dani Anwar mendapat dukungan 42,3 persen dan lawannya Foke-Priyanto memperoleh dukungan 57,87 persen.

Ini menunjukkan bahwa figur sangat menentukan. Komjen Adang Darajatun dan kader PKS Dani Anwar berhasil menarik minat kader PKS dan simpatisan lainnya. Pada pilkada 2012, kenapa saat tokoh besar PKS maju sebagai Cagub, mereka hanya mendapat apresiasi 11,72 persen? Kemana suara PKS itu, apakah ada kejenuhan dikalangan kader dan simpatisannya? Atau mereka terpengaruh figur lain?

Nah, pada putaran kedua ini, nampaknya kasus seperti pilkada di Jawa Barat pada Tahun 2008 bisa terjadi juga di DKI. Saat itu, pasangan incumbent Danny Setiawan-Mayjen TNI Iwan Sulanjana (mantan Pangdam Siliwangi), serta pasangan Jenderal TNI (Pur) Agum Gumelar (Mantan Menko Polkam)-Nu’man Abdulhakim (Wagub Jabar) runtuh ditangan pasangan Heryawan-Dede Yusuf. Danny demikian kuat di dukung Golkar dan Partai Demokrat, sementara Agum diusung PDIP, PPP,PKB , PBB, PKPB, PBR dan PDS, sedangkan  Heryawan hanya didukung PKS dan PAN. Yang dapat dilihat dari kasus tersebut adalah kejenuhan rakyat Jawa Barat terhadap pemimpin senior yang pernah diisukan terlibat masalah. Danny Setiawan tersentuh kasus korupsi. Karena itu pasangan muda sederhana Heryawan-Dede Yusuf yang dinilai banyak pihak tidak ada apa-apanya mendadak menjadi idola konstituen Jabar.

Kondisi psikologis masyarakat Jakarta heterogen, terutama didominasi penduduk dari etnis Jawa baru etnis Betawi. Ini jelas ada pengaruhnya.......apa pengaruhnya? selengkapnya baca tulisan Prayitno Ramelan di Kompasiana.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com