Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengokohkan Dinasti Politik

Kompas.com - 10/08/2012, 02:52 WIB

Sidik Pramono dan Aswin Rizal Harahap

Pengalaman lebih dari 30 tahun silam tak pernah dilupakan Haris Hody, kini Direktur Utama Perusahaan Daerah Sulawesi Selatan. Selepas shalat Jumat di Jalan Mappanyukki, ia sesekali mampir makan siang di rumah Ichsan Yasin Limpo di Jalan Haji Bau, Kota Makassar. Keduanya adalah teman sepermainan, ayah mereka pun sama-sama tentara.

Siang seperti itu keluarga Yasin Limpo biasa berkumpul. Sang ayah, Muh Yasin Limpo yang biasa dipanggil Teta, menjadi poros pertemuan. ”Di situ nilai nasionalisme, karakter kepemimpinan, ditanamkan oleh Teta kepada anak-anaknya. Ya mirip-mirip pendidikan politiklah,” kenang Haris pada suatu petang di kawasan Losari, Makassar, pertengahan Juni lalu.

Ketika kemudian usia makin dewasa, tatkala keturunan Yasin Limpo cemerlang berkiprah di dunia politik dan birokrasi, Haris memahami. Kebiasaan seperti itulah yang kemudian membentuk keluarga Yasin Limpo menjadi seperti saat ini.

Syahrul, anak kedua, menjabat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Anak pertama, Tenri Olle, menjadi anggota DPRD Provinsi Sulsel. Ichsan menjadi Bupati Gowa, jabatan yang juga pernah diemban ayahnya dan Syahrul. Haris menjadi anggota DPRD Kota Makassar. Irman menjadi Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Provinsi Sulsel. Sementara, meski mayoritas keluarganya di Partai Golkar, pada Pemilu 2009 Dewie menjadi calon anggota DPR dari Partai Hati Nurani Rakyat.

Bahkan, kini generasi berikutnya mulai mentas di panggung politik. Anak Syahrul, Indira Thita Chunda, menjadi anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN). Anak Ichsan, Adnan Purichta, menjadi anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Partai Demokrat.

Menanggapi persebaran keluarganya di pentas politik itu, Syahrul membantah bahwa hal itu adalah arena fasilitas tertentu dari dia atau partai politik. Mereka memiliki talenta untuk berpihak kepada rakyat. Mereka menjadi caleg bukan karena anak-cucu Yasin Limpo (Kompas, 21 Oktober 2009).

Dikedepankan

Tidak ada yang salah jika dinasti politik terbentuk secara alamiah, rasional, merujuk pada kompetensi. Di negara-negara demokrasi maju pun telah tercatat keluarga yang punya sejarah panjang dalam dunia politik mereka.

Namun, yang menjadi soal adalah jika faktor keluarga itulah yang semata-mata dikedepankan. Kompetensi personal seolah tak cukup untuk dijadikan modal politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com