JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat, negara memandang masyarakat sipil sebagai ancaman keamanan dan politik. Pemerintah menyiapkan kewenangan untuk membubarkan ormas.
Ketimpangan relasi negara-masyarakat dan negara-sektor privat disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Eryanto Nugroho dalam diskusi ”Organisasi Masyarakat, Perlukah Diatur dalam Undang-Undang”, di Jakarta, Rabu (8/8/2012).
Hadir sebagai narasumber Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia Muhammad Baharun; Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan Sekretariat Wakil Presiden Owen Podger; anggota Komisi Hukum Nasional Fajrul Falaakh; Refly Harun dari Center of Democracy Election & Constitution; dan Firdaus, tenaga ahli Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri.
Sektor privat, kata Eryanto, diberi berbagai kemudahan. Investor asing disambut luar biasa. Negara tidak melihat sektor privat sebagai ancaman keamanan dan politik. Karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah mengendalikan dan bisa membubarkan ormas.
Menurut Fajrul, RUU Ormas yang dibahas di DPR seperti kapal induk yang mengeruk semua kebebasan berserikat. ”Kekacauan bawaan UU No 8/1985 dan pendekatan keamanan ini seharusnya dihapus,” kata Fajrul.
Ketua Komisi Hukum Nasional JE Sahetapy tidak setuju bila semua ormas diatur. Kalaupun diatur, hanya untuk organisasi kepanjangan tangan partai dan yang melakukan pelanggaran dan berlindung di balik pejabat.
Firdaus menyampaikan, RUU Ormas perlu untuk mengganti UU No 8/1985 yang sudah tidak relevan. (INA)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.