JAKARTA, KOMPAS.com - Unsur pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Tamsil Linrung, akan dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dengan terdakwa mantan anggota Banggar, Wa Ode Nurhayati. Persidangan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (7/8/2012).
Selain Tamsil, tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi akan menghadirkan mantan pimpinan Banggar DPR, Mirwan Amir, dan staf Banggar DPR yang bernama Nando. "Semoga beliau-beliau mau bicara jujur. Apalagi ini bulan Ramadhan. Semua kebohongan akan menjadi dosa yang dilipatkan," kata pengacara Wa Ode, Wa Ode Nur Zaenab saat dihubungi wartawan, Selasa.
Secara terpisah, jaksa KPK, Kadek Wiradana, membenarkan ihwal pemanggilan orang-orang Banggar ini sebagai saksi. Nur Zaenab berharap, para saksi hari ini bisa berkata jujur sehingga meringankan Nurhayati. Menurutnya, Wa Ode Nurhayati selaku anggota Banggar biasa, tidak mengetahui soal alokasi DPID di kabupaten di Aceh seperti yang didakwakan.
Dalam persidangan sebelumnya, kata Nur Zainab, sudah jelas kalau DPID di tiga kabupaten di Aceh itu menjadi jatah Tamsil dan Mirwan. "Klien saya sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengalokasian DPID Aceh," ujarnya.
Jatah Tamsil dan Mirwan
Saat bersaksi untuk Wa Ode dalam persidangan sebelumnya, pengusaha Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq mengungkapkan, Mirwan dan Tamsil-lah yang mengurus alokasi DPID di Aceh. Menurut Fahd, Mirwan mendapat jatah mengurus DPID untuk Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Besar sedangkan Tamsil mengurus alokasi DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya. Fahd mengaku tahu soal peran Mirwan dan Tamsil ini setelah dia dihubungi pihak daerah yang menuduhnya berbohong.
"Orang daerah telepon, itu (DPID) tidak masuk. Katanya 'Kalau Bener Meriah dan Aceh Besar yang urus Mirwan Amir, Pidie Jaya yang urus PKS, Tamsil Linrung. Kamu jangan ngaku-ngaku, jangan menipu'," kata Fahd meniru perkataan orang daerah yang menghubunginya itu.
Pihak daerah menghubungi Fahd karena alokasi DPID yang dijanjikannya tidak juga gol. Sebelumnya Fahd berjanji bisa membantu para bupati agar daerahnya mendapat DPID. Untuk itu, Fahd diperkenalkan Haris Surahman ke Wa Ode Nurhayati. Namun rupanya, proyek DPID yang diurus Fahd dengan bantuan Wa Ode tersebut tidak juga gol padahal Fahd sudah membayarkan commitment fee. Oleh karena itulah, Fahd yang juga tersangka kasus dugaan suap DPID itu meminta uangnya kembali ke Wa Ode.
Rp 1,2 triliun ke pimpinan Banggar
Sebelumnya, Wa Ode mengatakan, Rp 1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp 7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Banggar DPR RI. Menurutnya, hal itu diketahui dari data yang ditemukan KPK dalam sebuah laptop yang disita dari ruangan Banggar beberapa waktu lalu.
Dalam data Banggar itu tertulis jatah DPID dengan kode "K" dan "P" di samping nama daerah. Menurut Wa Ode, "K" merujuk pada pimpinan DPR sedangkan "P" mewakili pimpinan Banggar DPR.
Dikatakannya, K satu mendapat jatah Rp 300 miliar sedangkan empat K lainnya Rp 250 miliar. Kemudian empat P mendapat jatah lebih kecil dari K. "Saya hanya membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik saksi Nando yang merupakan Tenaga Ahli (TA) Banggar. Jadi, KPK menemukan laptop dalam penggeledahan di ruang banggar. Kemudian, KPK meminta Nando menjelaskan," ujarnya.
Sementara menurut Nando, "K" merupakan kode untuk koordinator.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.