Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Polri Ingin Amankan Aktor Besar Korupsi

Kompas.com - 03/08/2012, 17:51 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesian Coruption Watch, Donal Farisi, menduga Polri sengaja mengamankan keterlibatan aktor besar di balik perkara korupsi simulator ujian SIM. Perlindungan oleh Polri itu dilakukan dengan cara membajak tersangka dan mempertahankan barang bukti di kantor kepolisian.

Hotma Sitompul selaku kuasa hukum Inspektur Jenderal Djoko Susilo, yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut, juga meminta KPK mengembalikan barang bukti yang tidak berkaitan dengan perkara korupsi pengadaan simulator SIM. Pengamanan aktor besar yang dilakukan Polri dengan jelas membuktikan bahwa Polri tidak menginginkan perkara itu turut menyeret tersangka lain, yaitu perwira tinggi Polri.

"Tindakan kepolisian akhir-akhir ini, kami (ICW) curigai sebagai bagian dari melokalisir kasus dengan cara membajak tersangka, mempertahankan barang bukti, dan kengototan Polri melakukan penyidikan bersama KPK. Di balik itu, jelas ada aktor besar yang sedang dilindungi Polri terkait kasus korupsi simulator SIM ini. Aktor besar itu hanya KPK yang bisa ungkap jika diberi kewenangan penuh lakukan penyidikan. Kalau Polri juga melakukan penyidikan, maka aktor besar itu tidak akan terungkap," ujar Donal dalam pernyataan sikap koalisi masyarakat untuk reformasi Polri di kantor Transparancy International Indonesia, Jakarta, Jumat (03/08/2012).

Donal menjelaskan bahwa pernyataan ICW tersebut didukung oleh bukti kuat. Kasus rekening gendut Jenderal Polisi hingga perkara Gayus Tambunan, misalnya, membuktikan adanya upaya Polri menghalangi penyidikan oleh KPK. Hal serupa juga dilakukan oleh Polri dalam kasus korupsi pengadaan simulator ujian SIM yang merugikan negara hingga mencapai ratusan rupiah.

Menurut Donal, banyak catatan hitam kepolisian dalam memproses para perwira tinggi Polri yang diduga melakukan tindak pidana. Semua perkara tersebut menguap di tengah jalan. Kalaupun diproses, hanya sampai pada level pelanggaran kode etik.

"Dalam catatan ICW, ada empat kasus dugaan korupsi yang melibatkan jenderal Polri. Namun, pada akhirnya tidak ada yang dituntaskan. Kasus pengadaan simulator SIM yang menyeret Djoko Susilo ini, jika tetap ditangani oleh Polri, maka akan bernasib sama. Polri sebaiknya legowo dengan menyerahkan semuanya pada KPK. Toh ini juga termasuk dalam rangkaian reformasi Polri dan sesuai semboyan Polri yang katanya bebas KKN," katanya.

Empat kasus yang tidak tertuntaskan tersebut adalah perkara korupsi rekening gendut perwira tinggi Polri yang melibatkan 17 perwira yang memiliki rekening tidak wajar. ICW pernah melaporkan permasalahan tersebut ke Komisi Informasi Pusat yang pada akhirya memutuskan Polri harus membuka 17 rekening tidak wajar, tetapi hingga kini belum dibuka.

Perkara selanjutnya adalah suap dari Adrian Waworuntu senilai Rp 1,7 triliun yang menyeret Brigadir Jenderal (Pol) Samuel Ismoko. Perkara ketiga adalah suap penanganan kasus pajak yang melibatkan Gayus. Yang terakhir adalah perkara pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi Mabes Polri tahun 2002 sampai 2005 yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 240 miliar.

Berdasarkan data yang dimiliki ICW atas empat kasus itu, ICW menilai Polri telah melindungi koruptor. Perkara-perkara yang melibatkan Polri, kata Donal, harus segera ditindaklanjuti karena dapat membongkar perkara korupsi lainnya di Polri. Tindakan Polri yang mencoba menghalangi kerja KPK semakin menegaskan bahwa Polri adalah institusi korup yang justru membina para koruptor.

Senada dengan data yang dibeberkan oleh ICW, budayawan dan sastrawan pengarang buku teater Republik Reptil Radar Panca Dhahana mengatakan bahwa Polri tidak ubahnya gangster atau mafia. Pengamanan aktor besar dalam perkara korupsi pengadaan simulator ujian SIM menegaskan bahwa Polri sudah mengkhianati rakyat Indonesia dengan memakan uang rakyat.

"Polri memanipulasi hukum. Di negeri ini yang jadi panglima bukan hukum, tapi jenderal. Hukum dan rakyat sama ditindas oleh jenderal, begitu pula nasib institusi yang didukung rakyat seperti KPK yang selalu ditindas jenderal buaya," kata Radar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

    TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

    Nasional
    Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

    Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

    Nasional
    Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

    Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

    Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

    Nasional
    Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

    Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

    Nasional
    Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

    Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

    Nasional
    Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

    Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

    Nasional
    Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

    Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

    Nasional
    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Nasional
    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Nasional
    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    Nasional
    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Nasional
    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com