MEDAN, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak untuk segera membentuk peradilan HAM Ad Hoc berdasarkan rekomendasi DPR, demi menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut disuarakan Komite Aksi Korban Pelanggaran HAM 1965 (KKP HAM 65) yang menjadi wadah para korban pelanggaran HAM di Sumatera Utara.
"Mendesak Presiden membuat kebijakan politik untuk memberikan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi kepada seluruh korban pelanggaran HAM 1965-1966. Serta mendukung hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat 1965-1966," tegas Jiman Karokaro selaku Ketua KKP HAM 65, Jumat (27/7/2012).
Laki-laki korban peristiwa 65 ini mengatakan, KKP HAM 65 Sumut beranggotakan lebih dari 12.000 jiwa yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Sumut, ditambah Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), LENTERA Rakyat, OPPUK, KONTRAS Sumut, dan IKOHI Sumut. Kesemua organisasi itu mendesak pengusutan tuntas peristiwa pelanggaran HAM berat 1965-1966 melalui mekanisme pengadilan HAM Ad hoc.
Alasannya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Tim Penyelidik Ad Hoc secara Pro Justitia yang telah dibentuk dan bekerja sejak tahun 2008 untuk menyelidiki kasus kejahatan HAM peristiwa 1965-1966, dan merekomendasikan hasil penyelidikannya kepada Kejaksaan Agung. Di dalamnya disebutkan, terdapat sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yakni; pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
Komnas HAM juga menggolongkan peristiwa 65 sebagai pelanggaran HAM berat karena terjadi secara sistematis dan meluas meliputi seluruh wilayah di Indonesia. Hasil penyelidikan dan rekomendasi tersebut di atas, yakni kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dalam Pengadilan HAM ada kewajiban hukum untuk menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu. Hasil penyelidikan dan rekomendasi tersebut sekaligus merupakan syarat dibentuknya pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana diatur dalam undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Oleh sebab itu, pelanggaran HAM berat 65 harus diusut secara tuntas melalui peradilan HAM Ad Hoc agar para pelaku pelanggaran HAM mendapatkan hukuman yang setimpal dan hak para korban dapat dipulihkan dalam mekanisme rehabilitasi, kompensasi dan restitusi," tegas Jiman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.