Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Sebaiknya Memberikan Teladan

Kompas.com - 21/07/2012, 02:48 WIB

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya memberikan contoh agar tidak mengurus partai politik. Selama Presiden menjadi pengurus parpol, sepanjang itu pula perhatian Presiden terbagi.

”Seharusnya Presiden memberikan contoh kepada bawahannya agar tidak menjadi bagian dari pengurus parpol. Selama Presiden tetap menjadi pengurus parpol, bahkan jadi tokoh sentral di parpol, tidak boleh menyalahkan menterinya,” kata Bambang Soesatyo, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Jumat (20/7).

”Presiden Yudhoyono seharusnya memberikan teladan dengan melepaskan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dengan begitu, dia punya legitimasi untuk meminta menteri agar meninggalkan urusan partai,” kata pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hajriyanto Y Thohari menyatakan hal senada. Bukan hanya para menteri yang harus meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan parpol, hal serupa harus dilakukan Presiden.

Yudhoyono tercatat memegang tiga jabatan penting di Partai Demokrat, yaitu Ketua Dewan Pembina, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Kehormatan. Jika Presiden dan para menterinya masih mengurusi parpol, kata Irmanputra, terjadi perang antarparpol di pemerintahan.

Oleh karena itu, peringatan Presiden agar menteri dari parpol memprioritaskan tugas pemerintah, kata Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo, merupakan cara Yudhoyono agar tidak sendirian dipersalahkan jika pemerintah tidak bekerja maksimal. ”Apa langkah selanjutnya Presiden setelah peringatan itu? Apa hanya berhenti di peringatan?” kata Tjahjo.

Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif pun mengatakan, Yudhoyono sedang mendelegitimasi kewenangan dan meruntuhkan kewibawaannya sendiri. Seharusnya, Presiden tinggal menggunakan hak prerogatif dengan mengganti menteri yang tidak fokus. ”Presiden seperti sedang menyangkal otoritasnya. Seperti mengulang pernyataan tentang partai yang tidak loyal kepada koalisi diminta mundur, tetapi tidak ada kelanjutannya,” kata Yudi.

Sebetulnya menteri dari parpol yang kurang fokus bekerja untuk pemerintah merupakan risiko dari model koalisi pilihan Presiden. Menurut pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, kabinet yang disusun koalisi parpol membuat menteri dari parpol memiliki loyalitas ganda.

Dalam sistem presidensial, presiden punya wewenang mengangkat dan memberhentikan menteri. ”Presiden tidak cukup mengimbau. Agar itu efektif, presiden juga harus memberikan hukuman kepada menteri yang bekerja tidak memenuhi syarat,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro.

Wajar

Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menuturkan, jika Presiden Yudhoyono memberikan peringatan, berarti menterinya telah keterlaluan. ”Kami menghargai apabila menteri yang merasa tidak mampu lagi membantu Presiden mengundurkan diri,” kata Nurhayati.

Di internal kabinet, pernyataan Presiden itu justru dipandang positif. ”Saya pikir, arahan Presiden itu bagus. Kalau (menteri) fokus, arahnya kan menjadi jelas,” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al’Jufrie yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali yang juga Menteri Agama mengatakan, teguran Presiden itu wajar. ”Harus begitu menjelang pemilu presiden. Periode lalu, kebetulan presidennya masih SBY, menteri-menteri dari parpol selalu diingatkan,” ujarnya.(NWO/WHY/DIK/IAM/OSA/ATO/ana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com