Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK, Jangan Berhenti pada Anak Tangga Pertama!

Kompas.com - 20/07/2012, 09:48 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Cukupkah penetapan Dedy Kusdinar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang? Jawabannya tentu tidak. Publik berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi bisa menyasar "ikan" yang lebih besar yang bertanggung jawab terhadap proyek pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang yang diduga dikorupsi itu.

Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan, KPK baru masuk level paling bawah dalam kasus ini. Dedy Kusdinar yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) tentunya bukan pengambil kebijakan dalam rantai pengadaan barang dan jasa proyek Hambalang.

"DK (Dedy Kusdinar) masih masuk di wilayah pelaksana, teknis," kata Tama saat dihubungi, Jumat (20/7/2012).

Selaku PPK, Dedy yang kini menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga itu diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara atau menguntungkan pihak lain. Informasinya, Dedy diduga hanya berperan dalam pencairan anggaran Hambalang pada termin pertama, sekitar Rp 200 miliar.

Adapun proyek Hambalang dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak (multiyears) 2010 sampai 2012, yang anggarannya terbagi dalam tiga termin. Total anggaran Hambalang diduga mencapai Rp 2,5 triliun.

"Kalau saya meminjam istilah anak tangga yang diutarakan BW (Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto), maka KPK harus masuk ke 'anak tangga' selanjutnya," ungkap Tama.

Lantas, harus mengarah ke mana KPK selanjutnya? Secara struktural, sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau pemimpin proyek, Dedy menjadi bawahan Menpora Andi Mallarangeng selaku kuasa pemegang anggaran.

Tama mengatakan, penting untuk mendorong Dedy agar menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar. Jika dilihat konstruksi pasal yang disangkakan KPK ke Dedy, katanya, KPK membuka peluang adanya tersangka lain.

"Ada Pasal 2, 3 juncto Pasal 55, berarti akan membuka peluang tersangka lainnya," ucap Tama.

KPK menjerat Dedy dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Menurut Tama, Pasal 2 dan 3 berbicara soal penyalahgunaan kewenangan, kerugian negara, dan pihak yang diuntungkan. Kemudian juncto Pasal 55 KUHP menunjukkan kalau perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama atau beserta pihak lain.

Terkait nama-nama lain yang disebut dalam kasus ini, seperti Andi Mallarangeng, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Choel Mallarangeng, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Kamis (19/7/2012), mengatakan tidak akan mengesampingkannya karena saat ini KPK fokus pada pemeriksaan terhadap Dedy.

"Soal AU (Anas Urbaningrum), AM (Andi Mallarangeng), dan lain-lain, kami sekarang masih konsen pada tersangka dan penggeledahan. Pada saat tepat kalau proses sudah jalan, nama-nama yang disebut itu pasti diproses," kata Bambang. Jika dalam prosesnya ditemukan indikasi keterlibatan pihak lain, KPK pasti melakukan penyelidikan.

Kasus dugaan korupsi Hambalang mencuat setelah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, menyebut kalau uang hasil korupsi Hambalang digunakan untuk biaya pemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat 2010. Nazaruddin juga menyebut Anas, Andi, dan Choel Mallarangeng (adik Andi Mallarangeng) menerima uang dari PT Adhi Karya dan Wijaya Karya selaku perusahaan yang menjadi pelaksana proyek Hambalang. Tudingan Nazaruddin dibantah Andi, Anas, dan Choel.

Dalam penyelidikan Hambalang, KPK sudah meminta keterangan Anas dan Andi. Seusai diperiksa beberapa waktu lalu, Anas mengaku ditanya penyidik KPK soal sertifikat lahan Hambalang dan dikonfirmasi tentang pertemuannya dengan pihak Adhi Karya. Kepada pewarta, Anas mengaku tidak tahu soal proyek Hambalang dan tidak pernah bertemu Adhi Karya. Masalah sertifikat lahan Hambalang ini juga menjadi hal lain yang diselidiki KPK.

Selain itu, ada kemungkinan indikasi suap yang diselidiki KPK terkait proyek Hambalang. Beberapa waktu lalu Bambang mengatakan kalau pihaknya baru berkonsentrasi terhadap pengadaan bangunan (konstruksi) Hambalang. Masih ada proses pengadaan barang yang juga terindikasi tindak pidana korupsi dan belum digarap KPK.

Pertanyaannya kemudian, akankah KPK sampai pada puncak anak tangga kasus ini?

_________________

Anas Diperiksa KPK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com