Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud: Tak Mampu Atasi Kekerasan, Buat Apa Ada Negara?

Kompas.com - 16/07/2012, 03:43 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, pemerintah harus bisa mengatasi kekerasan yang belakangan ini terus terjadi. Pasalnya, menurut Mahfud, Indonesia merdeka agar kekerasan hilang.

"Kita bernegara ingin menghilangkan kekerasan. Kalau negara tidak bisa menghilangkan kekerasan, lalu untuk apa ada negara?" kata Mahfud saat acara sarasehan kebudayaan di Jakarta, Minggu (15/7/2012).

Sarasehan itu dihadiri tokoh lain, seperti mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Untung S Rajab, Wakil Ketua MPR Hadjriyanto Y Thohari, Yenny Wahid, Hendardi, Effendi Gazali, para tokoh agama, dan tokoh masyarakat.

Mahfud menilai, kekerasan terus terulang akibat ketersanderaan hukum yang membuat aparat penegak hukum gamang dalam menegakkan hukum.

Pasalnya, kata dia, selama Orde Baru aparat penegak hukumlah yang melakukan kekerasan kepada rakyat atau konflik vertikal.

Kini, kata Mahfud, situasi berubah di mana konflik menjadi horizontal antara kelompok masyarakat yang merasa paling berkuasa dengan kelompok lain.

"Ada kesanderaan hukum. Anda (aparat) melakukan hal yang sama dulu. Anda juga tidak benar. Bagaimana Anda mau menegakkan hukum?" ucapnya.

Penyebab lain, tambah Mahfud, karena warisan politik. Disinyalir ada kelompok kecil yang bersinergi dengan kekuatan resmi untuk melakukan kekerasan. "Dan itu tidak terkendali sampai sekarang sehingga kekerasan dilakukan berulang-ulang," ucapnya.

Menurut Mahfud, situasi saat ini belum terlalu parah dan tidak terlalu sulit untuk diatasi. Semua pihak jangan membiarkan situasi ketidaknyamanan itu terus berlanjut.

"Kita semua berdosa kalau kita membiarkan ketidaknyamanan. Itu berarti kita mengkhianati kesepakatan bersama untuk hidup bersama secara aman sehingga kita mendirikan negara ini. Kita dulu merdeka karena ingin menghilangkan kekerasan, baik fisik maupun psikis terhadap kita," pungkas Mahfud.

Yenny Wahid menilai kekerasan itu akibat ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar. Di negara maju seperti Amerika Serikat, kata dia, kekecewaan atas ketidakadilan itu diekspresikan dengan demo secara damai. Namun, di Indonesia jalan menyelesaikannya dengan amuk massa.

"Karena ketika individu mencoba melakukan perubahan tidak dianggap, kecuali bersama massa sehingga tirani mayoritas menjadi hal yang lumrah," kata Yenny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com