PEKANBARU, KOMPAS.com — Istilah "apel Malang" dan "apel Washington" untuk kata sandi rupiah dan dollar AS mencuat dalam kasus dugaan suap penganggaran proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional yang melibatkan anggota DPR, Angelina Sondakh. Fenomena penggunaan kata sandi untuk merahasiakan uang suap juga merebak dalam kasus dugaan suap revisi pengesahan Perda No 6 Tahun 2010 tentang pembangunan lapangan tembak PON XVIII Riau. Kali ini istilah yang digunakan adalah "sapi".
Adalah Kepala Cabang PT Pembangunan Perumahan (PT PP) Pekanbaru Agung Nugroho Suyoto mengakui penggunaan istilah "sapi" saat menjadi saksi atas terdakwa Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Rabu (11/7/2012). Sidang itu dipimpin Hakim Krosbin Lumban Gaol.
Dia menjelaskan, untuk proyek Stadion Utama Riau yang memiliki nilai di atas Rp 900 miliar, dia dan pihak rekanan lain bersepakat menyebutnya "sapi besar". Adapun untuk proyek fasilitas penunjang lainnya, termasuk lapangan menembak PON, disebut dengan "sapi kecil".
"Sapi besar itu sebutan untuk proyek Stadion Utama Riau," kata Nugroho.
Dalam sidang, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan lima saksi. Selain Nugroho, jaksa juga menghadirkan Satria Hendri (karyawan PT Adhi Karya), Wagiman dan Tri Hambodo (karyawan PT PP), serta Anton Ramayadi (karyawan PT Wijaya Karya).
Dalam kesaksian Nugroho terungkap bahwa uang sebesar Rp 900 juta diperuntukkan sebagai uang lelah para anggota DPRD Riau. Pihaknya sebagai bagian konsorsium (KSO) untuk Stadion Utama Riau terpaksa meminjam uang ke CEO PT PP untuk proyek pembangunan Jembatan Siak IV. Pasalnya, dana di proyek Stadion Utama Riau sedang kosong karena tagihan atau piutang atas pengerjaan proyek Stadion Utama Riau belum cair.
"Uang sebesar Rp 900 juta untuk anggota DPRD, kami PT PP menyediakan uang sebanyak Rp 455 juta, yang dipinjam dari CEO PT PP, proyek pembangunan Jembatan Siak IV. Sedangkan sisanya ditanggung PT Adhi Karya sebesar Rp 316 juta dan PT Wijaya Karya Rp 126 juta," ujarnya.
Tujuan pemberian uang, menurut Nugroho, untuk merevisi perda. Tanpa perda itu (Perda No 6 Tahun 2010 tentang pembangunan lapangan tembak PON XVIII Riau) dana PT PP tidak akan cair. Adapun kata sandi "sapi" menurutnya berasal dari Wagiman.
"Saat itu saya dihubungi Wagiman dan menyampaikan terkait uang lelah untuk anggota DPRD Riau Rp 900 juta. Dalam penjelasannya, Wagiman menyampaikan untuk 'dagang sapi' Rp 900 juta, dan PT PP hanya Rp 455 juta," ungkap Nugroho.
Ketika ditanya hakim mengapa ada kata "sapi", Nugroho mengaku tidak tahu, dan istilah itu langsung dari Wagiman. Namun ketika diminta majelis hakim menguraikannya lebih jelas, Wagiman justru mengaku tidak tahu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.