Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sapi" Jadi Kata Sandi Suap di PON Riau

Kompas.com - 12/07/2012, 06:43 WIB

PEKANBARU, KOMPAS.com — Istilah "apel Malang" dan "apel Washington" untuk kata sandi rupiah dan dollar AS mencuat dalam kasus dugaan suap penganggaran proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional yang melibatkan anggota DPR, Angelina Sondakh. Fenomena penggunaan kata sandi untuk merahasiakan uang suap juga merebak dalam kasus dugaan suap revisi pengesahan Perda No 6 Tahun 2010 tentang pembangunan lapangan tembak PON XVIII Riau. Kali ini istilah yang digunakan adalah "sapi".

Adalah Kepala Cabang PT Pembangunan Perumahan (PT PP) Pekanbaru Agung Nugroho Suyoto mengakui penggunaan istilah "sapi" saat menjadi saksi atas terdakwa Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, Rabu (11/7/2012). Sidang itu dipimpin Hakim Krosbin Lumban Gaol.

Dia menjelaskan, untuk proyek Stadion Utama Riau yang memiliki nilai di atas Rp 900 miliar, dia dan pihak rekanan lain bersepakat menyebutnya "sapi besar". Adapun untuk proyek fasilitas penunjang lainnya, termasuk lapangan menembak PON, disebut dengan "sapi kecil".

"Sapi besar itu sebutan untuk proyek Stadion Utama Riau," kata Nugroho.

Dalam sidang, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan lima saksi. Selain Nugroho, jaksa juga menghadirkan Satria Hendri (karyawan PT Adhi Karya), Wagiman dan Tri Hambodo (karyawan PT PP), serta Anton Ramayadi (karyawan PT Wijaya Karya).

Dalam kesaksian Nugroho terungkap bahwa uang sebesar Rp 900 juta diperuntukkan sebagai uang lelah para anggota DPRD Riau. Pihaknya sebagai bagian konsorsium (KSO) untuk Stadion Utama Riau terpaksa meminjam uang ke CEO PT PP untuk proyek pembangunan Jembatan Siak IV. Pasalnya, dana di proyek Stadion Utama Riau sedang kosong karena tagihan atau piutang atas pengerjaan proyek Stadion Utama Riau belum cair.

"Uang sebesar Rp 900 juta untuk anggota DPRD, kami PT PP menyediakan uang sebanyak Rp 455 juta, yang dipinjam dari CEO PT PP, proyek pembangunan Jembatan Siak IV. Sedangkan sisanya ditanggung PT Adhi Karya sebesar Rp 316 juta dan PT Wijaya Karya Rp 126 juta," ujarnya.

Tujuan pemberian uang, menurut Nugroho, untuk merevisi perda. Tanpa perda itu (Perda No 6 Tahun 2010 tentang pembangunan lapangan tembak PON XVIII Riau) dana PT PP tidak akan cair. Adapun kata sandi "sapi" menurutnya berasal dari Wagiman.

"Saat itu saya dihubungi Wagiman dan menyampaikan terkait uang lelah untuk anggota DPRD Riau Rp 900 juta. Dalam penjelasannya, Wagiman menyampaikan untuk 'dagang sapi' Rp 900 juta, dan PT PP hanya Rp 455 juta," ungkap Nugroho.

Ketika ditanya hakim mengapa ada kata "sapi", Nugroho mengaku tidak tahu, dan istilah itu langsung dari Wagiman. Namun ketika diminta majelis hakim menguraikannya lebih jelas, Wagiman justru mengaku tidak tahu.

"Mungkin kata 'sapi' adalah untuk proyeknya, bukan suapnya," katanya.

Wagiman yang kembali ditanyai soal kata "sapi" untuk menamai sejumlah proyek di PON Riau mengakuinya semata-mata sebagai kebiasaan pihaknya dan sejumlah rekan sesama karyawan di PT PP. Saksi kedua ini juga mengakui bahwa di antara sejumlah kalangan pejabat di PT PP, termasuk dirinya, memiliki usaha sapi sehingga kata itu tidak lepas dari benaknya, bahkan hingga pelaksanaan pekerjaan.

"Yang jelas saya punya sapi dan ada lagi teman di PP yang juga punya sapi," katanya.

Namun setelah desakan pertanyaan dari majelis hakim, Wagiman akhirnya mengakui bahwa kata "sapi" yang dimaksud terbagi dua. "Sapi kecil" adalah kata sandi untuk proyek arena menembak senilai Rp 145 miliar, sedangkan "sapi besar" untuk proyek Stadion Utama Riau yang bernilai Rp 900 miliar.

Sikap linglung Wagiman dan keterangannya yang kerap menyimpang, terutama terkait "sapi", membuat suasana di Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang tadinya tegang menjadi cair dengan gelitikan yang memaksa sejumlah pengunjung terbahak.

Setelah kesaksian dari Wagiman, jaksa meneruskan ke saksi Satria Hendri selaku karyawan PT Adhi Karya, Anton Ramayadi (karyawan PT Wijaya Karya) dan Tri Hambodo (karyawan PT PP).

Dalam sidang itu jaksa juga mendengarkan percakapan telepon antara Nugroho dan Wagiman, serta Wagiman dan Rahmat Syahputra. Isi percakapan terkait penyerahan uang lelah dan kata sandi "sapi".

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan enam tersangka. Selain Eka dan Rahmat yang telah menjadi terdakwa, KPK menjadikan tiga anggota DPRD Riau, yakni Muhammad Dunir, Muhammad Faisal Aswan, dan Taufan Andoso Yakin (PAN), sebagai tersangka. Adapun tersangka lainnya adalah staf ahli Gubernur Riau Rusli Zainal, Lukman Abbas, yang merupakan mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Kepala Dispora Riau).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com