Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Yakin PK Bahasyim Ditolak

Kompas.com - 04/07/2012, 16:59 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Zahrul Yani, optimistis Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi dan pencucian uang Bahasyim Assifie akan ditolak oleh hakim. Kasus Bahasyim dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

"Kita optimistis. Semua sudah terungkap dan terbukti. Tinggal kita dukung dan pertahankan itu," ujar Arif usai sidang perdana PK Bahasyim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2012).

Dalam memori PK-nya, Bahasyim berpendapat, secara yuridis pengadilan salah dalam menerapkan judex juris dan judex facti.  "Alasan pertama PK tentang kesalahan penerapan hukum. Kesalahan penerapan hukum judex juris dan judex facti dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara pidana ini disebabkan salah menerapkan Pasal 197 ayat 1 butir d, f, h, KUHAP," kata salah satu pengacara Bahasyim, Elyzabeth Suciwati, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

Judex facti merujuk pada peran hakim yang mengadili fakta-fakta hukum. Di Indonesia, kewenangan ini dipegang Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Sementara, judex juris mengacu pada peran hakim dalam menentukan penerapan hukum yang dilakukan judex facti. Kewenangan ini ada pada Mahkamah Agung.

Alasan kedua, bahasyim mengajukan 12 bukti baru atau novum berupa surat atau dokumen yang menunjukkan bahwa Bahasyim tidak melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Salah satunya, pengacara mengajukan bukti berupa dokumen yakni surat tanah yang diserahkan kepada Kartini Mulyadi tertanggal 14 Juli 2010. Surat tanah tersebut sebagai bukti bahwa bahasyim telah mengembalikan modal investasi senilai Rp 1 miliar kepada Kartini Mulyadi.

Dalam putusan tingkat pertama hakim menilai, Bahasyim terbukti menerima uang senilai Rp 1 miliar dari pengusaha Kartini Mulyadi saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh. Bahasyim meminta uang itu saat mendatangi kantor Kartini di Gedung Bina Mulia, Kuningan, pada 3 Februari 2005 . Kartini mengirimkan uang itu ke rekening istri Bahasyim, Sri Purwanti.

Hakim meragukan pengakuan Bahasyim dan putranya, Kurniawan, yang menyebut uang Rp 1 miliar itu sebagai bentuk pinjaman untuk perusahaan PT Tri Darma Perkasa milik Kurniawan. Alasannya, menurut hakim, Kurniawan sama sekali tidak menjelaskan perihal pinjaman itu saat diperiksa penyidik Polda Metro Jaya.

Usai menghadiri sidang PK Bahasyim enggan berkomentar. Begitu pula dengan pengacaranya. Sidang akan dilangsungkan kembali pada Selasa (10/7/2012).

Bahasyim mengajukan PK setelah Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menjatuhkan hukuman 12 tahun kepadanya. Dalam putusan kasasinya, MA menyatakan Pengadilan Tinggi Tipikor yang memutus hukuman 12 tahun salah menerapkan hukum karena menggabungkan perkara korupsi dan pencucian uang terhadap Bahasyim. MA memutuskan dua perkara itu harus dipisah. Pada masing-masing perkara itu MA menghukum Bahasyim 6 tahun penjara sehingga totalnya tetap 12.

Sebelumnya, pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Bahasyim dengan penjara 10 tahun, lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni 15 tahun.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com