Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Hormati Pencegahan Hartati Murdaya Poo

Kompas.com - 04/07/2012, 14:14 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menghormati langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencegah pengusaha Hartati Murdaya Poo. Hartati yang juga anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat itu dicegah terkait penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

"Apa pun yang dilakukan KPK, saya yakin itu profesional dan terukur. Kita tidak usah membantu KPK dengan membangun opini tambahan lagi. Jadi kita hormati dan biarkan KPK bekerja dengan profesional di ranah penegakan hukum dan yang lain tidak usah mengomentari lagi soal itu," kata Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Pemuda dan Olahraga, Gede Pasek Suardika, di Jakarta, Rabu (4/7/2012).

Menurut Pasek, KPK pasti memiliki alasan sendiri dalam mencegah Hartati. Terkait dengan pencegahan ini, lanjut Pasek, pihaknya menyerahkan proses hukum kasusnya kepada KPK. Tidak ada pembicaraan internal partai terkait hal tersebut.

"Itu adalah pribadi dan bukan partai. Itu urusan personal sehingga tidak perlu kita bantu secara hukum. Silakan saja dimasukkan ke ranah hukum," ujar Pasek.

Dia menambahkan, kader Partai Demokrat tidak perlu beropini yang dapat berpotensi mengganggu proses hukum di KPK. "Karena hukum itu ada parameternya jelas kok. Kalau dia rekayasa, akan kelihatan dari dakwaan dan barang bukti," tambah Pasek.

"Kalau ternyata orang tersebut terbukti tapi tidak dilanjutkan, itu akan ketahuan juga. Kalau dulu mungkin masih bisa ditutupi, sekarang media sudah banyak dan pasti terbongkar. Sekarang enggak terbongkar, ya tahun depan terbongkar, kalau enggak, ya pasti terbongkar. Jadi tidak usah macam-macamlah," katanya lagi.

Seperti diberitakan, KPK mencegah Hartati bersama empat orang lain terkait penyidikan kasus dugaan suap di Buol. Hartati dicegah selama enam bulan sejak 28 Juni 2012 terkait posisinya sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP).

KPK menetapkan status tersangka terhadap dua petinggi PT HIP, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Keduanya diduga menyuap seorang pejabat di Buol terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Informasi dari KPK menyebutkan, pejabat yang diduga disuap kedua orang itu adalah Bupati Buol, Amran Batalipu.

Terkait penyidikan kasus ini, Jumat (29/6/2012), KPK menggeledah kantor PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) di Jalan Cikini Raya 78, Jakarta Pusat, yang diketahui milik Hartati. Kemudian KPK memanggil Direktur PT HIP Totok Lestiyo, dan dua pegawai PT HIP, yakni Kirana Wijaya serta Meliana Suwandi, sebagai saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Nasional
    Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

    Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

    [POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

    Nasional
    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Nasional
    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Nasional
    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Nasional
    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    Nasional
    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Nasional
    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Nasional
    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Nasional
    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Nasional
    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Nasional
    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Nasional
    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com