JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menghormati langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencegah pengusaha Hartati Murdaya Poo. Hartati yang juga anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat itu dicegah terkait penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
"Apa pun yang dilakukan KPK, saya yakin itu profesional dan terukur. Kita tidak usah membantu KPK dengan membangun opini tambahan lagi. Jadi kita hormati dan biarkan KPK bekerja dengan profesional di ranah penegakan hukum dan yang lain tidak usah mengomentari lagi soal itu," kata Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Pemuda dan Olahraga, Gede Pasek Suardika, di Jakarta, Rabu (4/7/2012).
Menurut Pasek, KPK pasti memiliki alasan sendiri dalam mencegah Hartati. Terkait dengan pencegahan ini, lanjut Pasek, pihaknya menyerahkan proses hukum kasusnya kepada KPK. Tidak ada pembicaraan internal partai terkait hal tersebut.
"Itu adalah pribadi dan bukan partai. Itu urusan personal sehingga tidak perlu kita bantu secara hukum. Silakan saja dimasukkan ke ranah hukum," ujar Pasek.
Dia menambahkan, kader Partai Demokrat tidak perlu beropini yang dapat berpotensi mengganggu proses hukum di KPK. "Karena hukum itu ada parameternya jelas kok. Kalau dia rekayasa, akan kelihatan dari dakwaan dan barang bukti," tambah Pasek.
"Kalau ternyata orang tersebut terbukti tapi tidak dilanjutkan, itu akan ketahuan juga. Kalau dulu mungkin masih bisa ditutupi, sekarang media sudah banyak dan pasti terbongkar. Sekarang enggak terbongkar, ya tahun depan terbongkar, kalau enggak, ya pasti terbongkar. Jadi tidak usah macam-macamlah," katanya lagi.
Seperti diberitakan, KPK mencegah Hartati bersama empat orang lain terkait penyidikan kasus dugaan suap di Buol. Hartati dicegah selama enam bulan sejak 28 Juni 2012 terkait posisinya sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP).
KPK menetapkan status tersangka terhadap dua petinggi PT HIP, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Keduanya diduga menyuap seorang pejabat di Buol terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Informasi dari KPK menyebutkan, pejabat yang diduga disuap kedua orang itu adalah Bupati Buol, Amran Batalipu.
Terkait penyidikan kasus ini, Jumat (29/6/2012), KPK menggeledah kantor PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) di Jalan Cikini Raya 78, Jakarta Pusat, yang diketahui milik Hartati. Kemudian KPK memanggil Direktur PT HIP Totok Lestiyo, dan dua pegawai PT HIP, yakni Kirana Wijaya serta Meliana Suwandi, sebagai saksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.