Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Dialog untuk NKRI

Kompas.com - 30/06/2012, 02:22 WIB

Bandung, Kompas - Pemerintah siap dan terus berdialog untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah tidak akan membuka ruang dialog bagi keinginan memisahkan Papua dari NKRI.

”Kita serius. Kita sungguh ingin memajukan saudara kita di Papua, kesejahteraan dan keadilannya. Kita bisa berdialog untuk kemajuan, pembangunan, kesejahteraan, dan keadilan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan 1.000 perwira siswa TNI/Polri, Jumat (29/6), di Markas Komando Sekolah Calon Perwira TNI AD di Bandung, Jawa Barat.

”Saya siap dan terus berdialog dengan tokoh Papua. Tetapi tidak ada diskusi, tidak ada dialog menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah (Indonesia),” lanjutnya.

Pernyataan itu disampaikan Presiden menjawab pertanyaan seorang perwira siswa. Turut mendampingi Presiden antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Presiden menegaskan, Papua dan Papua Barat merupakan wilayah sah Indonesia. Oleh karena itu, sah juga jika TNI/Polri menegakkan hukum, melindungi rakyat, dan keamanan wilayah Papua. Penegakan hukum dan upaya menjaga keamanan di Papua itu tetap dilakukan dalam koridor kepatutan dan aturan yang ada, termasuk yang dilakukan prajurit TNI/Polri.

Separatisme

Presiden juga menyinggung adanya pernyataan dari luar negeri tentang keinginan memisahkan diri atau separatisme di Papua sebagai ekspresi kebebasan berpendapat. Presiden menilai, gerakan separatisme itu bukanlah kebebasan berpendapat.

”Kalau ada gerakan di Papua untuk memisahkan diri atau separatisme, itu bukan kebebasan berpendapat. Itu bertentangan dengan semangat menjaga kedaulatan negara,” katanya.

Dalam rapat kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Kepresidenan beberapa waktu lalu, Presiden mengatakan, pemerintah tak akan membiarkan kelompok separatis di Papua. Kaum separatis bersenjata yang melanggar hukum serta kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa harus diproses hukum (Kompas, 13/6).

Berkait dengan adanya suara tentang keinginan meluruskan sejarah jajak pendapat di Papua tahun 1969, menurut Presiden, tidak ada lagi yang perlu diluruskan. Jajak pendapat di Papua yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu hasilnya sudah jelas dan final, yakni Papua merupakan bagian dari NKRI. ”Tahun 1960-an PBB sudah menjalankan jajak pendapat. Hasilnya nyata, Papua dan Papua Barat menjadi bagian dari Indonesia,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com