Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin Bukan Penakut

Kompas.com - 27/06/2012, 13:43 WIB

Harian Kompas memberikan penghargaan kepada lima cendekiawan yang dipandang memiliki dedikasi. Penghargaan ini dimulai sejak 2008. Tahun ini penghargaan diberikan kepada Ny Julie Sutardjana (90); Surono (57) atau Mbah Rono—ketika Gunung Merapi meletus tahun 2010 namanya tidak kalah populer daripada Mbah Maridjan (almarhum); Daoed Joesoef (85); Mochtar Pabottingi (66); dan Mona Lohanda (64), peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia yang hasil ketekunannya soal Batavia tak akan dilewatkan para pemerhati Jakarta kuno. Inilah sosok Mochtar Pabottingi

_______________________________________

 

KOMPAS.com - Suasana lingkungan rumah Mochtar Pabottingi (66) cukup tenang, agak jauh dari keramaian jalan raya. ”Saya senang tinggal di sini. Suasananya tenang,” kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini. Mochtar sudah tinggal di Jalan Plafon I/12, Kampung Ambon, Jakarta Timur, sejak 1989. Tanaman di teras rumah makin memberikan nuansa sejuk.

Dalam suasana lingkungan rumah yang tenang itulah Mochtar yang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, menjalankan ”askese intelektual”. Pada masa pensiun, ia tetap produktif dan memberikan pemikiran dan pandangan yang kritis.

Ia masih membuat puisi, novel, artikel, dan ikut menjalankan proyek penelitian di Aceh dan pemilihan umum. ”Novel saya diharapkan dapat diterbitkan bulan depan,” katanya.

Sebagai peneliti, doktor bidang ilmu politik dari Universitas Hawaii, Amerika Serikat, ini tentu sudah banyak menulis berbagai artikel, khususnya di harian Kompas yang pada 28 Juni nanti merayakan hari ulang tahun ke-47. Dengan kontribusi pemikiran dalam wacana publik dan dedikasi yang konsisten dan tinggi sebagai cendekiawan di Indonesia, Kompas pun memberikan penghargaan ”Cendekiawan Berdedikasi” kepada Mochtar.

Mochtar sangat berharap Kompas tetap konsisten mewartakan dan menyuarakan semangat kebangsaan dan keindonesiaan serta berpihak pada kepentingan bangsa dan negara. Menyuarakan semangat kebangsaan dan keindonesiaan serta memperjuangkan kepentingan bangsa itu juga semakin penting mengingat semangat dan perjuangan itu semakin tergerus.

Mochtar sebagai pengamat politik juga termasuk orang yang kritis terhadap berbagai persoalan politik atau kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsistensi pemikiran yang kritis terlihat dari tulisan-tulisannya, misalnya ”Monumen Pengkhianatan” yang menyorot etika dan integritas para legislator yang semakin terpuruk (Kompas, 4/9/2010).

Mochtar juga pernah membuat artikel yang mengkritisi sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Artikel itu kemudian mendapat tanggapan dari Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha.

Kutukan terbesar

Mochtar menilai, setelah reformasi 1998, kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara memang tidak lebih baik, bahkan sebaliknya, semakin memprihatinkan. Ia menilai kondisi bangsa dan negara saat ini masih memprihatinkan karena terkait dengan sejarah reformasi tahun 1998.

”Bangsa kita ini memasuki suatu periode yang sangat buruk ketika awal reformasi,” kata Mochtar. Mengapa? Karena saat reformasi 1998 tidak terjadi pergantian rezim.

”Orde Reformasi” tetap terisi oleh politisi dan pejabat publik yang berasal dari rezim Orde Baru. Berbeda saat Orde Baru mulai berkuasa tahun 1965, pergantian rezim benar-benar terjadi.

”Saat Orde Baru berkuasa, betul-betul terjadi clean government, clean regime change. Sementara, ini (reformasi), no regime change,” kata Mochtar. Akibatnya, tidak ada koreksi dari kesalahan atau pelanggaran besar yang dilakukan pejabat-pejabat pada masa Orde Baru. Tidak ada hukuman terhadap orang-orang yang dinilai bersalah pada masa Orde Baru, seperti terkait pelanggaran hak asasi manusia dan praktik koruptif.

Karena itu, menurut Mochtar, reformasi dimulai dengan impunitas. ”Impunitas ini terus berlanjut. Jadi, celaka atau kutukan terbesar sepanjang reformasi adalah dibalikkannya fungsi hukum. Hukum bukan untuk menegakkan keadilan, tetapi mempertahankan terus ketidakadilan,” katanya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    Nasional
    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Nasional
    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Nasional
    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Nasional
    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Nasional
    Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

    Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

    Nasional
    Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

    Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

    Nasional
    Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

    Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

    Nasional
    Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

    Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

    Nasional
    Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

    Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

    Nasional
    Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

    Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

    Nasional
    Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

    Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

    Nasional
    Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

    Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

    Nasional
    Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

    Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

    Nasional
    Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

    Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com