Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Posisi Indonesia Memburuk

Kompas.com - 20/06/2012, 01:41 WIB

Washington DC, Senin - Setelah sempat membaik dalam beberapa tahun terakhir, posisi Indonesia kembali memburuk dalam daftar Indeks Negara Gagal 2012. Berbagai indikator stabilitas negara terus memburuk dalam lima tahun terakhir.

Dalam Indeks Negara Gagal (Failed States Index/FSI) 2012 yang dipublikasikan di Washington DC, Amerika Serikat, Senin (18/6), Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 178 negara. Dalam posisi tersebut, Indonesia masuk kategori negara-negara yang dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal.

Dalam indeks, yang disusun lembaga riset nirlaba The Fund for Peace (FFP) bekerja sama dengan majalah Foreign Policy, ini, semakin tinggi posisi sebuah negara, semakin buruk kondisi negara tersebut sehingga mendekati status negara gagal.

Tahun lalu, Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 177 negara. Artinya, kondisi di Indonesia sepanjang satu tahun terakhir dipandang memburuk dibandingkan periode sebelumnya.

Menurut ulasan yang dimuat di laman resmi FFP (www.fundforpeace.org), kondisi Indonesia memburuk terutama di tiga indikator dari total 12 indikator yang digunakan untuk menyusun FSI. Tiga indikator itu adalah tekanan demografis, protes kelompok-kelompok minoritas di masyarakat, dan hak asasi manusia.

FFP menyebutkan, dalam lima tahun terakhir, tiga indikator tersebut cenderung terus memburuk di Indonesia.

Tahun ini, peringkat pertama negara gagal kembali diduduki Somalia yang menghadapi berbagai masalah terkait dengan kondisi tanpa hukum yang terus meluas, pemerintahan yang tak efektif, terorisme, pemberontakan, kriminalitas, dan serangan perompak terhadap kapal-kapal asing.

Sementara peringkat ke-178 atau negara terbaik diduduki Finlandia yang memiliki berbagai indikator ekonomi dan sosial yang kuat, pelayanan publik yang prima, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan keenam negara terburuk setelah Myanmar (urutan ke-21), Timor Leste (ke-28), Kamboja (ke-37), Laos (ke-48), dan Filipina (ke-56). Anggota lain ASEAN berada pada posisi jauh lebih baik daripada Indonesia, yakni Thailand (ke-84), Vietnam (ke-96), Malaysia (ke-110), Brunei (ke-123), dan Singapura (ke-157).

FFP mencatat berbagai keberhasilan Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan reformasi politik selama beberapa tahun terakhir. Namun, lembaga tersebut juga mencatat berbagai masalah utama yang bisa menghalangi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan demokrasi Indonesia.

Masalah-masalah itu meliputi, antara lain, pembangunan infrastruktur, pengangguran, korupsi, kekerasan terhadap kelompok minoritas agama, dan pendidikan. Indonesia juga dihadapkan pada berbagai masalah kesehatan dan lingkungan, seperti degradasi lahan dan masalah air bersih.

FFP mengutip hasil riset lembaga pemikiran Cameron Institute yang menyatakan Indonesia kehilangan 37,2 miliar dollar AS per tahun atau sekitar 7 persen dari PDB karena serangan penyakit tak menular (noncommunicable diseases/NCD), seperti tekanan darah tinggi, diabetes, kanker, dan jantung.

Indikator gagal

Berbagai pihak di dalam negeri mengakui kebenaran indikator-indikator tersebut. Pengamat politik Yudi Latif yang dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan, Indonesia memang makin memenuhi indikator kondisi negara gagal. ”Kegagalan pelayanan publik, korupsi politik, dan pelayanan sosial tidak jalan. Itu ciri-ciri negara gagal. Itu juga ciri-ciri Indonesia,” kata Yudi.

Yudi mengingatkan, seharusnya keberhasilan dan kegagalan diukur dengan indikator setara. ”Pemerintah mengukur keberhasilan dengan standar G-20, tetapi tak berani mengukur kegagalan dengan standar G-20. (Pemerintah malah) mengukur kegagalan dengan standar Afrika Sub-Sahara yang memang sudah negara gagal. Sungguh tak pantas,” kata Yudi.

Terkait dengan kondisi infrastruktur jalan yang buruk, ahli transportasi Djoko Setijowarno dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang mengatakan, hal itu disebabkan lemahnya visi pemerintah.

”Ambil contoh jalan nasional pantai utara Pulau Jawa. Sudah diusulkan dari dulu untuk menguatkan peran angkutan kereta api, tetapi tidak dilakukan. Akibatnya, triliunan rupiah dihamburkan percuma untuk pantura,” ujar Djoko.

Mengenai buruknya infrastruktur pelabuhan di Indonesia, Direktur Operasi PT Pelabuhan Indonesia II Dana Amin mengatakan, pemerintah sebagai regulator kadang hanya sekadar mengurus perizinan.

”Padahal, sebagai regulator, yang dibutuhkan adalah sikap untuk memastikan terbangunnya infrastruktur. Jadi, benar-benar harus membantu investor swasta dalam mewujudkan infrastruktur,” ujar Dana.

Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup Hermien Roosita di Jakarta mengakui, kualitas lingkungan di Indonesia makin buruk. Hasil pemantauan menunjukkan, kualitas sebagian besar sungai di Indonesia menurun.

Semua limbah domestik, berupa buangan air bekas mandi atau cuci, masih dibuang ke selokan yang bermuara di sungai.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengakui, terjadi peningkatan proporsi penyakit tidak menular di Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, proporsi angka kematian akibat penyakit tak menular meningkat dari 41,7 persen pada 1995 menjadi 49,9 persen pada 2001 dan 59,5 persen pada 2007.

”Kalau sebelumnya jumlah kasus penyakit menular lebih besar, sekarang sudah hampir sama proporsinya dengan kasus penyakit tidak menular sehingga Indonesia mengalami beban ganda masalah kesehatan masyarakat,” kata Tjandra, Selasa, di Jakarta.

(DHF/RYO/ICH/INE/ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com