JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Doni Gahral Adian, mengatakan bahwa semakin tebal kedok seseorang dalam berpolitik, semakin besar dosa yang disembunyikan.
Doni mengatakan, gaya berpolitik santun ini dipraktikkan oleh para politisi di Indonesia, termasuk Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. "Istilah santun seperti kedok. Makin tebal kedoknya (santun), semakin banyak pula dosa politik yang ditutupi," kata Doni dalam diskusi "Politik Santun, Antara Retorika dan Kenyataan" di Rumah Perubahan 2.0, Jakarta Pusat, Selasa (19/6/2012).
Doni berpendapat, gaya berpolitik seperti itu juga dilakukan oleh presiden kedua RI, Soeharto. Lain halnya dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. "Gus Dur itu melabrak aturan yang sudah ada. Namun, kebijakannya memberi manfaat bagi orang banyak," ujarnya.
Menurut Doni, berpolitik yang santun saat ini menjadi alat untuk perebutan kekuasaan dan menyembunyikan kebijakan yang mencederai masyarakat. Hal tersebut diperkuat dengan budaya masyarakat Indonesia yang selalu melihat sesuatu yang tampak. Padahal, di belakang itu tersembunyi kebohongan.
"Saat Pemilu 20014 nanti, mana yang kita pilih? Pemimpin yang tampil apa adanya tapi konstitusional atau pemimpin yang santun tetapi banyak yang disembunyikan," kata Doni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.