Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hayono: DPP Demokrat Harus Ambil Keputusan Politik

Kompas.com - 14/06/2012, 17:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat didesak segera mengambil keputusan politik untuk mengatasi masalah di internal partai. DPP jangan menunggu keputusan hukum lantaran elektabilitas partai telah mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni 10 persen.

"Kalau sudah menyentuh 10 persen, tidak lagi cukup hanya dengan langkah hukum. Ini harus sudah langkah politik yang diambil," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/6/2012).

Sebelumnya, Hayono pernah menyebut bahwa DPP harus mengambil langkah penyelamatan jika elektabilitas partai sudah menyentuh angka 10 persen. Menurut Hayono, jika angka terus turun di bawah 10 persen, partai akan sulit untuk mengangkat kembali hingga pemilu 2014 .

Hayono enggan berkomentar lebih jauh terkait keputusan politik yang harus diambil DPP. Ketika ditanya apakah keputusan politik itu dengan mengganti Ketua Umum, Hayono menjawab, "Saya tidak katakan itu. Ini harus diterjemahkan oleh DPP. Faktanya sudah menyentuh 10 persen. Penyebab turunnya elektabilitas itu karena kasus korupsi yang sekarang sedang merebak di para kader, baik yang sudah menjadi tersangka maupun yang akan menjadi tersangka. Kan begitu."

Hayono menambahkan, DPP juga harus membaca pernyataan terakhir Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono secara tersirat, jangan hanya tersurat. Ketika pertemuan dengan berbagai unsur partai di Jakarta, Rabu malam, Yudhoyono meminta para kader Demokrat yang tidak menjalani politik yang santun, cerdas, dan bersih, agar segera meninggalkan partai.

Hayono menafsirkan bahwa Yudhoyono ingin semua kader yang telah terjerat kasus agar keluar dari partai. "Bahkan yang kemungkinan akan terkena (kasus) sebaiknya mengambil langkah nonaktif. Itu kepada siapapun yah. Nonaktif sampai masalahnya clear, baru silakan aktif kembali. Jadi tidak diminta mundur harusnya," kata Hayono.

Seperti diberitakan, elektabilitas PD terus merosot berdasarkan hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei. Terakhir, survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menempatkan PD di posisi ketiga dengan tingkat dukungan sebesar 10,7 persen. Diatas PD yakni Partai Golkar sebesar 23 persen dan PDI-P 19,6 persen.

Terus merosotnya tingkat dukungan publik itu dinilai akibat tersangkutnya para petinggi PD dalam dugaan kasus korupsi. Terakhir, Angelina Sondakh alias Angie terjerat kasus dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Ada pula kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Jawa Barat, yang menyeret beberapa pengurus DPP, salah satunya Ketua Umum Anas Urbaningrum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com