Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rio+20: Poin Sosial dan Lingkungan Tak Jelas

Kompas.com - 11/06/2012, 04:57 WIB

Jakarta, Kompas - Poin sosial dan lingkungan pada Dokumen ”The Future We Want” diperkirakan tak selesai. Dokumen itu menjadi keluaran Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB, Rio+20, 20-22 Juni 2012. Berbagai kalangan juga pesimistis soal ekonomi ramah lingkungan.

Pembahasan dokumen ”The Future We Want” tingkat informal, 29 Mei 2012-2 Juni 2012, tak menunjukkan awal menggembirakan. Pertarungan antarkepentingan blok-blok negara tetap dominan dan meninggalkan hal-hal demi kebaikan bersama. Kesepakatan anggota belum mencapai 50 persen isi dokumen.

Pada sisi lain, Konferensi Rio+20 dibayangi krisis global di berbagai sektor. Di antaranya krisis ekonomi di Eropa dan Benua Amerika, krisis finansial, dan sejumlah konflik politik di Timur Tengah. Tahun ini tahun ke-20 setelah Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB yang pertama di Rio de Janeiro, Brasil.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, Minggu (10/6), di Jakarta, mengungkapkan, ”Rio akan terus berjalan, tetap akan keluar hasilnya. Namun, diduga ada beberapa hal menunggu hasil dari Doha, ibu kota Qatar, dan peninjauan ulang Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) tahun depan,” katanya.

Di Doha, Desember 2012 akan berlangsung Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim. Tahun depan akan dilakukan peninjauan ulang MDGs.

”Perubahan iklim itu aspek lingkungan, sementara MDGs aspek sosial,” ujar Emil. Ia menduga peserta konferensi Rio+20 akan berhati-hati. ”Pertemuan Rio+20 akan kesulitan membahas dua hal itu karena akan ada dua konferensi untuk itu. Jadi, rumusan Rio+20 mungkin tak akan lengkap,” tambahnya.

Risiko pecah

Presiden Perancis Francois Hollande saat membuka ”Club France Rio+20”, Jumat, di Paris, Perancis, menyatakan, ”Ada risiko terjadi perpecahan antarnegara maju, negara berkembang ekonominya (emerging countries), dan negara miskin. Juga ada risiko gagal karena terjadi berbagi krisis, antara lain krisis ekonomi dan politik di berbagai belahan dunia. ”Orang akan mudah berpaling dari sesuatu yang mestinya menjadi prioritas, yaitu masalah lingkungan,” katanya.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menuding pemerintahan sejumlah negara mendahulukan kepentingan negara masing-masing daripada kepentingan bersama. Pada satu minggu tambahan untuk negosiasi di New York, AS, perundingan semakin tak terarah, terpecah menjadi 19 dialog, saat membicarakan jalan baru menuju pembangunan berkelanjutan.

Pesimisme juga disuarakan World Wide Fund for Nature (WWF) dan Third World Network (TWN). ”Kemungkinan ada dua skenario. Kesepakatan akan lemah sekali sehingga tak ada artinya, atau sepenuhnya kolaps. Dari dua itu tak ada yang diharapkan terjadi. Posisi negara- negara amat berjauhan dan terlalu dalam perbedaannya untuk bisa mendapat rancangan perjanjian yang bisa disepakati sekurangnya 120 kepala negara,” ujar Direktur Umum WWF Jim Leape.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com