JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/6), terkait penjelasan Pasal 10 Undang-Undang No 39/2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan jabatan wakil menteri merupakan 'pejabat karier dan bukan anggota kabinet', bertentangan dengan UUD 1945. Kondisi ini jelas menggambarkan adanya tata kelola sistem pemerintahan yang keliru melalui produk hukum kenegaraan di pusat kekuasaan.
"Dengan demikian, para wakil menteri yang kini ada harus diberhentikan demi kepatuhan menjalankan tatanan hukum bernegara akibat konsekuensi putusan MK tersebut," ujar Syahganda Nainggolan, Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) di Jakarta, Rabu (6/6).
Menurut Syahganda, meskipun keberadaannya tetap konstitusional serta dapat diperbaiki pengangkatannya dengan menegaskan wakil menteri sebagai anggota kabinet dan bukan menyangkut jabatan karier, namun tidak ada keharusan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengembalikan para wakil menteri itu ke posisi semula.
"Suka atau tidak, Presiden SBY harus memberhentikan wamennya, sebab putusan ini merupakan perintah UU yang tidak boleh diabaikan. Tetapi, tanpa mengangkat kembali juga tidak akan ada masalah bagi hak prerogatif presiden, apalagi pemerintahan SBY memang memiliki para menteri yang lengkap sesuai UU Kementerian," jelas Syahganda.
Presiden SBY, menurut Syahganda, lebih baik berkonsentrasi dalam memimpin kinerja pemerintahan di luar kehadiran para wamen, yang justru sering mengundang keraguan masyarakat luas akibat keberadaannya cenderung dipaksakan. "Toh, efektivitas ataupun soliditas birokrasi tidak berbanding lurus dengan peran para wamen. Apalagi wamen adakalanya menciptakan resistensi di lembaga kementerian, sehingga akhirnya menjadi beban dan bukan aset," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.