JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi mengembangkan kasus dugaan suap cek perjalan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia atau DGS BI 2004. Juru Bicara KPK, Johan Budi, mengatakan, pihaknya menggali lebih jauh soal donatur di balik pembelian cek perjalanan senilai Rp 24 miliar tersebut melalui pemeriksaan terhadap mantan DGS BI, Miranda Goeltom.
"KPK masih mengembangkan kasus ini terutama yang berkaitan dengan beberapa persepsi di publik mengenai missing link (jalinan cerita yang terputus), siapa donator TC (travel cheque atau cek perjalanan) ini, tentu akan digali lebih jauh dari Miranda," kata Johan di Jakarta, Jumat (1/6/2012).
KPK memeriksa Miranda sebagai tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan tersebut hari ini. Ketua KPK Abraham Samad kepada Kompas memastikan Miranda akan ditahan seusai diperiksa.
Johan mengatakan, keterangan Miranda kepada penyidik KPK menentukan sejauh mana donatur cek perjalanan tersebut dapat terungkap. Di samping keterangan Miranda dan sejumlah saksi lain, KPK, kata Johan, mencari alat bukti pendukung lain yang digunakan sebagai dasar menetapkan seseorang sebagai tersangka baru kasus ini.
"Itu dasar KPK untuk menyebut si A atau si B sebagai donatur tidak hanya berdasarkan pengakuan, tetapi apakah ada alat bukti pendukung yang memenuhi dua alat bukti yang cukup," ujar Johan.
Dalam kasus dugaan suap pemilihan DGS BI ini, Miranda diduga ikut serta atau membantu Nunun Nurbaeti memberi suap ke sejumah anggota DPR periode 1999-2004. Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap bersalah menjadi pemberi suap.
Kasus ini juga menyeret sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Lebih dari 20 anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi TNI/Polri dijebloskan ke penjara karena terbukti menerima suap saat memilih DGS BI tahun 2004 yang dimenangi Miranda.
Mereka menerima suap dalam bentuk cek perjalanan. Diyakini, ada penyandang dana di balik pembelian cek perjalanan senilai total Rp 24 miliar tersebut. Namun, proses pengadilan Nunun yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta belum mengungkap siapa sumber dana tersebut.
Diharapkan, Miranda dapat menjadi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) dalam mengungkap si penyandang dana.
Asal usul cek perjalanan
Dalam persidangan Nunun terungkap, cek perjalanan yang menjadi alat suap diterbitkan oleh Bank Internasional Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha. Cek tersebut dipesan oleh nasabah Bank Artha Graha, PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI).
Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki revolving loan di Bank Artha Graha. Mantan Direktur Keuangan PT FMPI Budi Santoso di persidangan Nunun mengungkapkan, cek perjalanan tersebut semula digunakan sebagai uang muka untuk pembayaran lahan kelapa sawit kepada Ferry Yen sebesar Rp 24 miliar.
Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit. Pada 2008 Ferry diketahui meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.