Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Kompas.com - 26/05/2012, 06:19 WIB

Oleh JAMES LUHULIMA

Ketika berita tentang pesawat Sukhoi Superjet 100 yang tengah mengadakan joy flight (terbang gembira) hilang kontak di sekitar Gunung Salak pada 9 Mei 2012 siang, pencarian pun langsung dilakukan. Helikopter berusaha mencari lokasi pesawat di sekitar koordinat saat kontak terakhir dilakukan dengan pesawat naas itu.

Namun, cuaca buruk membuat upaya pencarian tidak mungkin dilanjutkan. Tim SAR yang terdiri dari relawan sipil, TNI, dan polisi juga bersatu bahu-membahu mendekati wilayah yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Rusia tersebut melalui jalan darat.

Dalam setiap bencana, baik bencana alam maupun kecelakaan, selalu ada orang-orang yang dengan sukarela, tanpa dibayar, membantu mencari dan menyelamatkan korban yang berjatuhan. Mulai dari bencana tsunami di Aceh, gempa di Yogyakarta, meletusnya Gunung Merapi, sampai gempa di Padang. Mereka tidak segan-segan mempertaruhkan nyawa untuk melakukan tugas-tugas kemanusiaan tersebut.

Pada kasus pesawat Sukhoi Superjet 100 itu, pencarian lokasi jatuhnya pesawat dengan helikopter dilanjutkan keesokan harinya. Dan, serpihan dari pesawat Rusia itu terlihat pada tebing di Gunung Salak pada ketinggian 2.068 meter dari permukaan laut. Dari serpihan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang ditemukan itu, diduga pesawat menabrak tebing.

Tim SAR yang mencari melalui jalan darat pun bergegas menuju lokasi. Namun, perjalanan ke lokasi itu sungguh tidak mudah mengingat tebing itu memiliki kemiringan 85 derajat, hampir tegak lurus. Semula diperkirakan perjalanan ke lokasi akan memakan waktu 5-6 jam, ternyata waktu yang diperlukan lebih dari itu.

Oleh karena sudah terlalu malam, tim SAR memutuskan untuk berhenti pada ketinggian 1.911 meter dan baru melanjutkan perjalanan besok pagi. Untuk mencapai lokasi jatuhnya pesawat, tim SAR harus turun dengan tali (rappelling). Demikian juga ketika mereka akan membawa kantong jenazah ke pos evakuasi.

Kita juga menyaksikan lewat layar televisi ketika pasukan komando TNI mengalami kesulitan ketika harus turun dengan tali dari helikopter karena tali yang tersedia kurang panjang. Mereka terpaksa menyambung tali yang digunakan lebih dahulu sebelum turun ke lokasi. Semua itu dilakukan tanpa memikirkan balas jasa yang akan mereka terima. Mereka melakukannya secara sukarela.

Pada tahap pertama, mereka berhasil mengumpulkan potongan jenazah korban dalam enam kantong jenazah. Namun, keenam kantong itu harus dibawa ke ketinggian 2.211 meter terlebih dahulu sebelum dapat diangkut ke tempat evakuasi. Sementara itu, enam kantong jenazah lain terdapat di jurang dengan kedalaman 300 meter.

Dengan usaha ekstra keras akhirnya semua jenazah dapat dievakuasi ke Rumah Sakit Kepolisian RI Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur. Di sana, semua jenazah dapat dipersatukan kembali dan diserahkan kepada pihak keluarga di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Rabu lalu. Tim SAR sukses dalam melaksanakan tugasnya dan setiap orang kembali ke kehidupannya sehari-hari. Tidak ada penghargaan khusus yang mereka terima atas pekerjaan yang mereka lakukan dengan taruhan nyawa. Bahkan, kerap kali juga tidak ada pernyataan terima kasih yang diucapkan kepada mereka. Seakan-akan apa yang mereka lakukan itu dianggap sebagai sudah merupakan tugas mereka. Itu sebabnya, tidak berlebihan apabila kita menyebut mereka sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Lebih mementingkan hasil

Mengapa pekerjaan yang mereka lakukan dengan mempertaruhkan nyawa itu kerap kali seperti kita abaikan?

Harus diakui bahwa sebagian besar dari kita sebagai bangsa selama ini sering kali lebih mementingkan hasil yang dicapai dan melupakan proses untuk mencapainya. Padahal, proses untuk mencapainya sama pentingnya dengan hasil yang dicapai. Hal-hal yang baik, atau kesuksesan, yang tidak dicapai dengan proses yang baik sama sekali tidak dapat diterima. Tujuan tidak menghalalkan cara. Walaupun tujuannya baik, jika tidak dilakukan dengan cara-cara yang baik, itu tidak dapat diterima.

Namun, ada banyak sekali contoh di mana sebagian besar dari bangsa ini sama sekali tidak mementingkan proses. Hasil adalah segala-galanya. Orang tidak segan-segan melakukan apa saja, bahkan hal yang buruk sekalipun, untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Mungkin itu pula yang membuat bangsa ini sering kali tidak menghargai sejarah, yang merupakan catatan atas proses yang terjadi. Keadaan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlangsung terus. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya.

Dalam hal ini, tidak ada salahnya jika kita meniru Amerika Serikat. Dari waktu ke waktu, Amerika Serikat membuat program hero (pahlawan) di mana orang atau tim yang pernah menolong korban dalam bencana atau kecelakaan diberi penghargaan khusus untuk jasanya. Jika korban yang ditolongnya selamat, korban dipertemukan dengan penolongnya sehingga yang menolong dan yang ditolong dapat saling menghargai satu sama lain.

Ini memang tidak mudah dilakukan, terutama di negara ini, di mana nilai seakan sudah tidak ada. Dewasa ini, kita dengan mudah menjumpai orang-orang yang tidak malu lagi menjadi kaya karena korupsi. Kalaupun diajukan ke pengadilan, mereka berbuat seakan-akan mereka sama sekali tidak melakukan kesalahan.

Kendati tidak mudah, kita harus mulai melakukannya. Tidak ada kata terlambat untuk itu....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com