Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Korban Sukhoi Mencari Psikolog

Kompas.com - 20/05/2012, 13:08 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kesedihan hingga saat ini masih menyelimuti keluarga korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.

Seperti yang dialami Mardianto (72), mertua dari korban Sukhoi naas, Insan Kamil, anggota staf Indo Asia. Mardianto mengaku bingung bagaimana harus memberi tahu cucunya, Dimas (8), mengenai keberadaan Insan.

Sejak pesawat buatan Rusia itu menghilang di Gunung Salak, Rabu 9 Mei lalu, Dimas tak tahu bahwa ayahnya pun turut menghilang di balik hutan Salak. Keluarga belum memberitahukan kepadanya mengenai peristiwa itu. Apalagi, nasib Insan juga belum diketahui hingga saat ini.

"Saya mau tanya ke psikolog bagaimana seharusnya memberi tahu kepada cucu saya. Saat ini, atau nanti saat dikuburkan. Dia masih kecil dan masih menanyakan ayahnya sampai saat ini," kata Mardianto seusai bertemu tim Disaster Victim Identification (DVI) di RS Polri, Minggu (20/5/2012).

Tampak ia mencatat nomor psikolog yang tertera di depan pintu Posko DVI. Di situ tertulis "Posko Bantuan Psikologi dengan nomor Hotline 0811950014 Himpsi Jaya, Asosiasi Psikologi Penerbangan". Layanan ini telah dibuka sejak Jumat pekan lalu di Bandara Halim Perdanakusuma.

Menurut Mardianto, Dimas sangat manja kepada ayahnya. Kedekatan ayah dan anak ini membuat ia tak tega menyampaikan ihwal nama Insan yang kini tercatat bersama 44 penumpang Sukhoi yang hilang.

"Sekarang dia sudah yatim, kita perlu menjaga perasaannya dalam situasi terpuruk ini," kata Mardianto.

Selain mencari tahu layanan psikologi, Mardianto juga menemui tim DVI untuk menanyakan prosedur identifikasi jenazah korban. Ia berharap identifikasi bisa berjalan lebih cepat dan keluarga mendapat informasi yang jelas tentang Insan. Dari 15 jenazah yang teridentifikasi oleh DVI, kata dia, tak ada nama Insan.

"Saat ini kami masih menunggu informasi. Kami berharap Insan selamat meskipun ada yang mengatakan kemungkinan kecil ada yang selamat. Kami hanya bisa berdoa saat ini," tutur Mardianto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com