Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Sela Tak Wajar

Kompas.com - 18/05/2012, 02:32 WIB

Jakarta, Kompas - Putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang memerintahkan penundaan pelantikan Gubernur Bengkulu pengganti Agusrin M Najamuddin dinilai tidak wajar. Putusan sela tersebut terbit pada hari yang sama dengan surat gugatan disampaikan.

Putusan PTUN Jakarta itu dinilai janggal karena keluar bersamaan dengan diterimanya berkas gugatan, yaitu Senin (14/5). Pada berkas salinan putusan sela halaman 2 (dari 7 halaman) terungkap bahwa surat gugatan tersebut dimasukkan pada 14 Mei 2012 dan sore harinya putusan sela dijatuhkan.

Komisi Yudisial mencium adanya indikasi unfair trial atau peradilan yang tidak adil dalam penjatuhan putusan sela itu. KY tidak segan menelisik segala rupa kejanggalan dalam putusan itu

Komisioner KY Bidang Investigasi dan Pengawasan Hakim, Suparman Marjuki, Rabu, di Jakarta, mengatakan hal itu ketika dimintai tanggapan atas putusan sela PTUN Jakarta terkait gugatan Agusrin. Agusrin adalah mantan Gubernur Bengkulu yang diberhentikan setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung. Pemerintah mengangkat Junaidi Hamsyah menggantikan Agusrin.

Dalam putusan sela atas gugatan Agusrin, PTUN memerintahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tergugat I), Menteri Dalam Negeri (tergugat II), dan Wakil Gubernur Bengkulu Junaidi (tergugat III) menunda pelaksanaan keputusan presiden pengangkatan Junaidi selaku Gubernur Bengkulu definitif hingga 2015.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mempertanyakan kilatnya putusan sela yang dijatuhkan PTUN Jakarta. Ia menanyakan proses penunjukan majelis hakim oleh Ketua PTUN Jakarta. ”Secara formal, ini putusan sulap,” katanya.

Suparman mengatakan, pihaknya belum akan memanggil hakim untuk dimintai klarifikasi mengenai hal itu. KY akan menginvestigasi proses, dokumen, dan saksi-saksi terkait hal itu. ”Apabila ada indikasi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, baru hakim dipanggil,” ujarnya.

Selain bermasalah secara formal, Zainal juga menilai putusan sela tersebut bermasalah secara substansi/material. Proses pidana seorang pejabat dan proses hukum atas jabatannya (dalam hal ini Agusrin) harus dipisah.

Peninjauan kembali (PK) merupakan upaya luar biasa untuk ”menyelamatkan” Agusrin dari pidana. Namun, proses administrasi hukum atas jabatan Agusrin sudah berakhir di putusan kasasi Mahkamah Agung. Upaya hukum PK hanya berimplikasi pada pidananya, tetapi tidak pada jabatannya.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Rabu, di Jakarta, menyatakan, putusan sela PTUN Jakarta tersebut menimbulkan ketidakpastian. Selama ini, menurut undang-undang, kepala daerah yang sudah divonis harus diberhentikan. Dengan putusan sela itu, apa yang ditetapkan undang-undang itu menjadi tak pasti. (ana/ina/Ato)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com