Nagan Raya, Kompas -
”Pembukaan lahan di Rawa Tripa harus dihentikan. Pemerintah harus tegas terhadap perusahaan sawit yang terus membuka lahan,” kata Suratman, warga Desa Suka Ramai, Kecamatan Darul Makmur, Sabtu (12/5).
Sejak tahun 1980-an, sebagian besar kawasan gambut Rawa Tripa dikuasai perusahaan perkebunan sawit dengan hak guna usaha. Beberapa perusahaan memiliki lahan seluas 3.000-13.000 hektar. Kondisi itu menyebabkan luas Rawa Tripa yang semula 62.000 ha tinggal 11.504,3 ha. Padahal, Rawa Tripa ditetapkan sebagai bagian Kawasan Ekosistem Leuser.
Suratman menambahkan, pembukaan kebun sawit merusak lahan pertanian warga. Sebab, kesuburan tanah turun, cuaca makin panas, dan irigasi mati karena kurang hujan lokal.
Saino (35), warga Desa Panton Bayu, menuturkan, sejak beberapa tahun terakhir, air bersih sulit didapat. Sebaliknya, banjir makin parah.
Koordinator Program Rawa Tripa Yayasan Ekosistem Lestari Halim Gurning menyatakan, selain masalah lingkungan, persoalan yang juga mengancam adalah konflik sosial antara perusahaan sawit dan warga. Jika tak segera diatasi, bisa berkembang menjadi konflik berdarah, seperti Mesuji.
Kepala Subbidang Pengawasan dan Pengendalian Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Nagan Raya Akmaizar mengatakan, penghentian pembukaan lahan menjadi kewenangan BPN, bukan dishutbun.
Dalam siaran pers, Satgas Kelembagaan REDD+ menyampaikan apresiasi kepada semua kementerian dan lembaga penegak hukum atas kesigapan menangani dugaan pelanggaran hukum di Rawa Tripa.