Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Majelis Hakim Dikritisi

Kompas.com - 09/05/2012, 17:08 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak gugatan sejumlah LSM kepada Kementerian Lingkungan Hidup, yang memperpanjang izin pembuangan tailing ke laut.

Setelah dianalisa, putusan itu dinilai janggal. Mereka akan menggunakan kejanggalan itu, dalam langkah banding.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) merinci empat kejanggalan dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 145/G/2011/PTUN-JKT terkait Limbah Newmont.

Putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta, yang diketuai oleh Bambang Heriyanto, SH MH, dengan hakim anggota Andri Mosepa SH MH, dan Andry Asani SH MH, tidak mempertimbangkan efek buruk terhadap ekosistem perairan laut akibat dumping tailing PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT).

Majelis Hakim malah memperkuat Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 92 Tahun 2011, yang memberikan Izin Dumping Tailing kepada PT NNT.  

"Putusan majelis hakim tidak mempertimbangkan adanya kandungan logam berat dalam limbah tailing PT NNT. Padahal, logam berat itu sangat berbahaya, karena sifatnya yang tidak dapat terurai dan akumulatif. Akibatnya, dimungkinkan masuk ke jaringan tubuh manusia melalui rantai makanan," ucap A Marthin Hadiwinata SH, Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan KIARA, Rabu (9/5/2012) di Jakarta.

Kejanggalan kedua, lanjutnya, saat persidangan berlangsung, ahli Irwandi Arif yang dihadirkan oleh PT NNT tidak dapat membantah adanya logam berat yang terkandung dalam tailing tersebut. Juga, ia tidak mampu menjawab ketika salah satu hakim turut bertanya, mengenai bagaimana pelarutan logam berat ketika tailing dibuang ke laut.  

"Ketiga, mengutip apa yang disampaikan Dr Alan Frendy Koropitan saat memberi keterangan sebagai Ahli Oseanografi (IPB) dalam persidangan bahwa terdapat makhluk hidup baik di kolom air (pelagis) maupun di sedimen dasar (benthic) sampai kedalaman 7.000 meter. Dengan demikian, pembuangan tailing tentu akan berdampak buruk kepada makhluk hidup yang hidup pada permukaan, hingga habitat dasar tertentu," tambah Marthin.  

Hal lainnya, Majelis Hakim telah mengenyampingkan fakta persidangan di mana ditemukan kesalahan titik koordinat dari obyek sengketa pipa keluarnya tailing. Jika digambarkan, pembuangan tailing terletak di perairan dangkal.

"Terakhir, sekalipun merujuk pada titik koordinat yang disebutkan, pembuangan tailing terletak di perairan dangkal, yang kedalamannya kurang dari 100 meter. Dengan demikian, besar potensi terjadi pengadukan dan masuknya limbah ke jaringan makanan cukup besar," tegas Marthin.  

"Atas dasar empat kejanggalan tersebutlah, KIARA bersama Koalisi Pulihkan Laut Indonesia memandang perlu mengambil upaya banding dalam proses hukum selanjutnya. Hal ini guna mengembalikan hak-hak konstitusional nelayan atas perairan yang bersih dan sehat," kata Marthin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com