Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkumham Pertimbangkan Pengurangan Hukuman Corby

Kompas.com - 24/04/2012, 21:41 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, kementeriannya tengah mempertimbangkan untuk mengurangi masa hukuman terpidana perkara narkotika, Schapelle Corby, warga negara Australia. Saat ini Corby masih menjalani hukuman penjara 20 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali, karena menyelundupkan 4,1 kilogram ganja.

Amir mengatakan, dirinya berharap Pemerintah Australia melakukan hal yang sama atau resiprokal terhadap nelayan Indonesia yang divonis oleh pengadilan Australia akibat terlibat kasus penyelundupan orang secara ilegal ke negara tersebut. "Ada ratusan orang di sana. Jadi, kalau nanti ternyata kita memperhatikan nasib seorang Schapelle Corby, secara resiprokal, diharapkan ada perhatian timbal balik dari Pemerintah Australia," kata Amir, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/4/2012).

Saat ini, Kemenkumham tengah melakukan harmonisasi pertimbangan bersama Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung. Amir mengatakan, pengurangan hukuman tersebut sangat wajar. Terlebih, Corby telah menjalani masa hukuman selama tujuh tahun.

Menurut warta Kantor Berita Australia, AAP, rekomendasi pengurangan masa hukuman untuk Corby dilakukan atas dasar kemanusiaan. Corby dikatakan mengalami gangguan kesehatan. Seorang pejabat senior di Kementerian Hukum dan HAM mengatakan, laporan mengenai kesehatan jiwa Corby sudah diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa bulan lalu.

Dua tahun lalu, wanita berusia 34 tahun itu mengajukan permohonan grasi, tetapi ditolak. "Kementerian sekarang sependapat dengan permohonan grasinya dan mengusulkan agar hal tersebut diterima," kata seorang pejabat senior yang tidak mau disebut namanya. Pada dasarnya, keputusan diambil berdasarkan alasan kemanusiaan. Rekomendasi juga berisi persetujuan bagi pengurangan hukuman dari Dirjen Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia, L Sastra Wijaya, Corby sekarang ini menjalani hukuman di LP Kerobokan di Bali, tetapi dilaporkan mengalami gangguan kejiwaan. Seorang sumber di Sekretariat Negara, menurut APP, mengukuhkan bahwa kasus Corby sedang menunggu keputusan akhir dari Presiden Yudhoyono. "Untuk kasus Corby, ini masih di tangan Presiden. Sepengetahuan saya, belum ada keputusan. Kami belum diminta untuk menghubungi pihak-pihak lain guna mencari masukan," kata sumber tersebut.

Sumber di Sekretariat Negara juga mengukuhkan bahwa alasan kemanusiaan akan menjadi faktor utama dalam mempertimbangkan kasus Corby. Permohonan grasi pertama kalinya oleh Corby diajukan bulan Maret 2010, meminta agar dia dibebaskan lebih awal karena Corby menderita gangguan kejiwaan yang bisa membahayakan jiwanya.

Pengacara Corby, Iskandar Nawing, mengatakan, dia juga sudah mendapatkan kabar bahwa Kementerian Hukum dan HAM mendukung pembebasan lebih awal bagi Corby. "Mudah-mudahan keputusan dari Presiden segera turun," kata Iskandar.

"Sepengetahuan saya, ada batas waktu yang harus dipenuhi bagi Presiden untuk segera memutuskannya," ucapnya.

Bila Corby mendapatkan grasi, dan hukumannya dikurangi 10 tahun,  dia akan dibebaskan tahun 2014, di tahun yang sama berakhirnya pemerintahan Presiden Yudhoyono. Namun, dilaporkan bahwa permohonan grasi biasanya dikabulkan bila terpidana menyatakan bersalah atas perbuatannya, sesuatu yang tidak dilakukan oleh Corby.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com