Jakarta, Kompas
”Tanaman industri dirancang mengelilingi gambut dalam,” kata Tony Wenas, Presiden Komisaris Asia Pacific Resources International Limited (April), yang menaungi
Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), dalam kunjungan ke Redaksi Kompas, Jumat (13/4), di Jakarta.
Tony menjelaskan, rancangan tata kelola air (ekohidro) akan diterapkan juga di Pulau Padang yang kini dalam penyelesaian tata batas dengan warga. RAPP memiliki konsesi seluas 41.000 hektar di pulau seluas 110.000 hektar itu.
”Tata batas di tiga
Dian Novariana, Sustainability Head April, mengatakan, saat ini masih ada beberapa kanal melintang di Pulau Padang. Kanal ini dijadikan jalur terdekat mengeluarkan kayu curian dari hutan menuju Selat Malaka.
”Kanal melintang itu akan secara cepat mengalirkan air gambut ke laut dan membahayakan jika gambut menjadi kering,” kata Dian. Kekeringan pada lahan gambut dapat memicu kebakaran di musim kemarau.
Menurut Dian, tata kelola air gambut yang akan diterapkan RAPP dapat mengelola air sehingga mengalir ke luar.
”Penanaman tanaman industri, seperti akasia, memanfaatkan pinggir kubah gambut,” ujar Dian.
Pemanfaatan lahan gambut lain adalah mengatur muka air gambut. Seperti pada tanaman akasia yang membutuhkan sedikit air, muka air gambut dapat diturunkan. Air diupayakan masih dalam penampungan dan sewaktu-waktu dapat dikembalikan untuk mencegah kekeringan lahan gambut.
Untuk menunjang manajemen hutan yang berkelanjutan, RAPP memanfaatkan 19 persen luas hutan konsesi sebagai nilai konservasi tinggi. Diperkirakan seluas 14-15 persen berupa lahan gambut.
Tony menjelaskan, komitmen manajemen hutan berkelanjutan diterapkan dengan memproduksi 87 persen dari 500 megawatt listrik yang dibutuhkan. Listrik itu menggunakan sumber energi terbarukan berupa limbah pembuatan pulp dan kulit kayu. Adapun 13 persen listrik masih menggunakan batubara sebagai sumber energi.
Untuk menunjang penyediaan energi terbarukan, RAPP mengalokasikan dana 2,3 juta dollar AS untuk membuat pabrik bahan bakar nabati metanol.