Jakarta, Kompas
Hal itu terungkap dalam pertemuan terbuka yang digelar Komisi Yudisial (KY) dengan 28 hakim itu, Senin (9/4), di Jakarta. Mereka diterima Ketua KY Eman Suparman bersama anggota KY, Jaja Ahmad Jayus dan Taufiqurahman Syahuri, serta Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar. Sebelumnya, mereka juga bertemu dengan sembilan pimpinan Mahkamah Agung (MA) bersama pengurus Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).
Juru bicara hakim dari daerah itu, Marta Satria Putra, menuturkan, mereka ke Jakarta untuk memperjuangkan hak konstitusional hakim seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) Kepegawaian dan UU Kekuasaan Kehakiman. Kedua UU itu menyatakan hakim adalah pejabat negara. Hal ini mengandaikan hak pejabat yang harus dipenuhi.
Hakim pada Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Zaenal Ahmad, menuturkan, yang dipersoalkan 28 hakim yang menamakan diri hakim progresif ini tak cuma gaji. Namun, ada masalah genting yang menyebabkan persoalan kesejahteraan hakim berlarut-larut, yakni tak ada peraturan pemerintah untuk melaksanakan UU itu.
Hakim yang mewakili aspirasi hakim di daerah itu akan bertemu dengan Komisi III DPR dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hakim pada PN Bengkulu, Binsar Gultom, menambahkan, hakim harus berani menolak mereka yang akan menyuapnya. ”Bahkan, kami akan melaporkan siapa pun yang berusaha menyuap hakim jika kesejahteraan hakim dipenuhi,” katanya.
Eman berjanji, KY akan mendampingi hakim itu untuk bertemu DPR. KY sudah menyampaikan usulan kenaikan gaji hakim itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun lalu. Presiden berjanji akan membicarakan dengan Menteri Keuangan. Namun, setahun lewat, gaji hakim tak juga naik.
Soal ancaman mogok sidang, Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko menegaskan, mogok sidang bukanlah kultur hakim untuk memperjuangkan peningkatan gaji dan kesejahteraan. Perjuangan hakim itu harus dilakukan elegan, misalnya mengajukan permohonan uji materi UU Kekuasaan Kehakiman ke Mahkamah Konstitusi.