JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menolak alasan pemerintah bahwa penambahan subsidi BBM akan memperberat beban APBN. Menurut partai tersebut, yang memperberat APBN justru belanja pemerintah sendiri.
Menurut Dolfie OFP, anggota Badan Anggaran Fraksi PDI-P, pemerintah beralasan bahwa dengan menaikkan harga BBM Rp 1.500 per liter, maka akan ada penghematan sebesar Rp 53 triliun. Namun, jumlah penghematan pada akhirnya dipakai juga untuk biaya belanja pemerintah.
"Kalau opsi yang kami pilih, kami tidak menambah belanja pemerintah. Ini kita pakai untuk tambah subsidi. Rp 53 triliun penghematan itu uang rakyat. Disebutkan Rp 30 triliun untuk kompensasi dan Rp 23 triliun untuk belanja pemerintah. Itu kan uang rakyat. Adil enggak politik yang kayak gini? Ini bagi kami tidak adil. Oleh karena itu, kami menolak opsi satu," ujar Dolfie di ruang Fraksi PDI-P, Selasa (27/3/2012).
Dolfie menjelaskan, pemerintah memaksa hanya memberi Rp 137,4 triliun untuk subsidi BBM, LPG, dan BBM. Konsekuensinya adalah Pasal 7 Ayat 6 UU APBN 2012, yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM, harus dihapus.
Menurutnya, keinginan pemerintah ini berbeda dengan apa yang diajukan PDI-P. Partai ini memilih subsidi BBM ditambah lagi sebesar Rp 42,2 trilliun sehingga harga BBM tak perlu naik, sementara dana kompensasi kenaikan BBM dan tambahan belanja pemerintah dihilangkan.
"Kalau hanya untuk menutup kebutuhan subsidi BBM agar harga tidak naik, itu hanya perlu tambahan Rp 55 triliun. Kita punya uang Rp 134 triliun dalam Rancangan APBN Perubahan 2012. Jadi, itu bisa terpenuhi kalau hanya mau menutup subsidi BBM. Tetapi pemerintah punya pikiran lain tentang ini," ungkapnya.
Sementara itu, Theodorus Jacob Koekrits, yang juga anggota Banggar dari Faksi PDI-P, menyatakan itulah sebabnya pihaknya bersikeras agar kenaikan harga BBM tidak dilakukan. Penghematan APBN yang justru digunakan juga untuk belanja pemerintah, menurutnya, mengorbankan rakyat.
"Pemerintah silakan beralasan, tapi kami berpihak kepada rakyat. Oleh karena itu, kami melihat kalau memang pemerintah mengatakan, situasinya agak genting secara perekonomian, langkah pertama yang harus perhatikan ya rakyat, bukan rakyatnya yang dikorbankan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.