Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM dan Pilihan Rakyat

Kompas.com - 26/03/2012, 02:14 WIB

Albiner Siagian

Terus meningkatnya harga minyak dunia membuat pemerintah kelimpungan.

Keadaan ini berdampak pada membengkaknya subsidi BBM. Karena itu, APBN berada pada posisi sulit. Untuk mengurangi subsidi BBM, pemerintah menawarkan dua pilihan. Pertama, menaikkan harga bensin dan solar Rp 1.500 per liter. Pilihan kedua, mematok subsidi BBM sebesar Rp 2.000 per liter.

Dengan pilihan kedua ini, nantinya, harga bensin dan solar akan tergantung harga pasar. Tampaknya, melihat kecenderungan harga minyak dunia, pilihan apa pun yang diambil, kenaikan harga BBM tidaklah terelakkan. Akibatnya, beban masyarakat, terutama rakyat miskin, akan makin berat.

Untuk mengurangi beban masyarakat, pemerintah akan memberikan kompensasi berupa bantuan pangan dan pendidikan, sarana transportasi, dan bantuan langsung tunai (BLT). Meski terkesan dalam posisi sulit, sebenarnya pilihan menaikkan harga atau mematok subsidi pilihan paling mudah. Ini hanya persoalan hitung-hitungan selisih harga.

Pertanyaannya, tidak adakah pilihan lain yang memberi kesan kepada rakyat bahwa ulah salah urus negara oleh pemerintah tak dibebankan seluruhnya pada mereka? Pengetatan anggaran dan pengurangan gaji serta fasilitas pejabat, misalnya, akan membuat masyarakat merasa kesulitan bangsa ini ditanggung bersama oleh seluruh elemen bangsa.

Perluasan pilihan rakyat

Pada hakikatnya, semua keputusan atau kebijakan pemerintah, termasuk menaikkan harga BBM, ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Itu bagian dari proses pembangunan. Mahbub ul Hag, penggagas teori pembangunan manusia, menyatakan tujuan dasar pembangunan adalah memperluas pilihan rakyat (enlarging the people’s choices). Kebijakan pemerintah seharusnya bermuara pada meluasnya pilihan rakyat.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa landasan dari perluasan pilihan rakyat adalah peningkatan kecakapan manusia (rakyat). Kecakapan dasar yang diperlukan, antara lain, adalah kemampuan menjangkau sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Pemandangan antrean berjam-jam untuk mendapatkan BLT, tentu saja bukan hasil dari perluasan pilihan rakyat.

Kebijakan seharusnya menciptakan suasana yang karena itu masyarakat dapat mengembangkan potensinya secara penuh, membuat masyarakat lebih produktif, serta berkreasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Kebijakan ”membagi-bagikan” uang, tentu saja, bukan bentuk dari upaya tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com