JAKARTA, KOMPAS.com -- Kisruh di pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terjadi akibat penarikan tiga orang penyidik ke Mabes Polri harus dilihat secara hati-hati. Tindakan penarikan penyidik yang tengah menangani sebuah kasus serius di KPK, dinilai sebagai bentuk intervensi di lembaga itu dengan menggunakan mekanisme di kepolisian.
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mencontohkan, pada tahun 2010 Mabes Polri juga menarik penyidiknya di KPK. Padahal ketika itu menurut Febri, penyidik yang ditarik sedang menangani kasus Anggodo Widjojo.
Menurut Febri, kasus Anggodo saat itu sebenarnya bisa membongkar siapa pelaku rekayasa hukum di tubuh kepolisian dan kejaksaan. Kasus tersebut, kata Febri, dengan jelas menjadi awal mula kriminalisasi terhadap pimpinan KPK jilid kedua, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Febri menyebutkan, penarikan tiga penyidik KPK yang menangani kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) diyakini terjadi karena preseden yang sama seperti dalam penarikan penyidik pada kasus Anggodo.
"Kami khawatir semakin berkembang modus baru untuk mengintervensi KPK, yaitu melalui penyidiknya dengan menggunakan mekanisme di institusi kepolisian," katanya.
Informasi yang dihimpun Kompas menyebutkan, tiga penyidik KPK pada kasus suap pemilihan DGS BI sebenarnya memiliki sejumlah petunjuk untuk menjerat sponsor suap. Ketiganya memiliki sejumlah petunjuk penting bahwa kasus ini tak hanya berhenti di Nunun Nurbaeti dan Miranda Swaray Gultom. Mereka diyakini bisa membongkar pihak bank yang disebut berada di balik pemberian cek perjalanan. Namun justru saat hendak mengungkap siapa sponsor kasus ini, ketiganya hendak ditarik ke Mabes Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.