JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai negara mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini. Tak sedikit yang mengamati kerja KPK, termasuk mempelajari atau bahkan mengadopsi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Kepala Bagian Media dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, UU KPK telah dipelajari oleh Malaysia, Korea, Timor Leste, Thailand, Brunei, Afganistan, Yaman, Pakistan, Bhutan, Mogolia, dan negara lainnya.
Namun, apresiasi itu rupanya tidak cukup buat Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang menyusun UU KPK bersama berbagai pihak. Komisi III ingin merombak UU KPK dengan mengacu pada negara lain.
Sebanyak 10 anggota Komisi III yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin telah bertolak ke Perancis akhir pekan lalu. Rencananya, rombongan kedua berjumlah 10 orang yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy akan ke China atau Australia bulan April 2012. Belum ada kepastian informasi soal tujuan kunjungan kerja rombongan kedua. ”Sesuai ketentuan tata cara pembentukan UU, kunjungan kerja dilakukan saat DPR menyiapkan RUU,” ujar Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, di Jakarta, Selasa (6/3/2012).
Menurut Benny, kunjungan kerja ini bertujuan untuk mencari masukan seperti apa tugas komisi independen. Bisakah KPK mengumumkan tersangka atau saksi ke media, dan apakah berita acara pemeriksaan dapat diumumkan? Bagaimana perlindungan terhadap hak-hak keluarga tersangka juga jadi harapan DPR.
Komisi III ingin mengadopsi standar internasional dalam pemberantasan korupsi. Dalam hukum internasional, korupsi disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Adapun Indonesia menamakan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
Revisi
Pertanyaannya, perlukah UU KPK direvisi? "Ironis. Banyak negara belajar ke KPK, UU KPK malah direvisi," kata Donal Fariz, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ketika dihubungi, Rabu (7/3/2012).
Donal mengatakan, ICW menolak DPR merevisi UU KPK. Pasalnya, kata dia, banyak politisi di DPR yang terseret kasus korupsi. Dengan demikian, diyakini revisi itu bukan untuk memperkuat KPK, namun sebaliknya.
"Motivasi mereka bukan untuk memperkuat KPK, tapi melemahkan. Parpol mana yang tidak terancam oleh KPK? Jawabannya semua terancam. Politisi terancam," kata Donal.
Donal mengkhawatirkan adanya pemangkasan kewenangan yang dimiliki KPK agar tidak lagi menjadi ancaman. Saat ini, ada 10 isu krusial yang akan dibahas untuk merevisi UU KPK. Di antaranya yakni perihal penyadapan dan pelarangan penghentian penyidikan (SP3).
"Dari segi undang-undang sudah kuat. Tinggal praktiknya diperkuat seperti koordinasi dan supervisi dengan institusi penegak hukum lain yang belum solid. Jangan otak-atik undang-undang untuk menghilangkan kewenangan KPK," ujar Donal.
Kunker habiskan dana besar
Studi banding ke dua negara itu tentu menelan dana yang tidak sedikit. Uchok Sky Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA mengatakan, biaya kunker ke Perancis untuk satu anggota Dewan menelan dana hingga Rp 61 juta per minggu. Adapun ke China menelan dana hingga Rp 49 juta per orang selama seminggu.
Perhitungan dana itu, kata Uchok, didapat berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK 02/2011 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2012 .
"Keberangkatan mereka ke luar negeri hanya pelesiran saja karena mereka bukan membuat RUU menjadi UU. Kalau hanya revisi UU, tidak perlu ke luar negeri. Cukup evaluasi kinerja KPK yang selama ini banyak hambatan karena tekanan elite politik sendiri, termasuk oleh DPR," kata Uchok.
"Kunjungan ke luar negeri selama ini hanya tradisi kuno yang berasal dari tradisi Orde Baru. DPR saat itu tidak tahu menggunakan teknologi. Seharusnya, studi banding pakai IT, murah dan cerdas, tidak menghambur-hamburkan devisa negara," pungkas Uchok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.