Jakarta, Kompas -
”Terakhir ketemu di airport (Bandara) Soekarno-Hatta, minta dibantu dicalonkan jadi bupati, minta dukungan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Dia mau mencalonkan di kampungnya, di Lumajang,” kata Tamsil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/2).
Pertemuan terakhir tersebut terjadi sekitar awal tahun 2011, sebelum ada pembahasan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) kawasan transmigrasi. Tamsil menemui Mudhori setelah mendapat telepon bahwa Mudhori ingin bertemu.
Politikus PKS tersebut membantah pernah membicarakan masalah komisi untuk pengalokasian DPPID transmigrasi dalam APBN Perubahan tahun 2011. Dia juga menjelaskan, pertemuan dengan Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat Transmigrasi Djoko Sidik di Hotel Crown hanya membahas mengenai usulan anggaran Kemenakertrans yang tak pernah direalisasikan.
Saat itu, Tamsil memberikan saran agar Kemenakertrans mencoba mengusulkan dalam Rancangan APBN Perubahan. ”Saya katakan coba diajukan lewat APBN-P. Enggak ada pembicaraan fee, hanya normatif membicarakan anggaran,” katanya.
Seperti diberitakan, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin malam, Mudhori mengatakan, Tamsil pernah menyatakan kesiapannya mengamankan DPPID kawasan transmigrasi dalam APBN-P 2011. Ali mengenal Tamsil karena keduanya merupakan anggota DPR periode 2004-2009.
Tamsil mempersilakan penegak hukum menangkap jika ada bukti percaloan dalam pengalokasian anggaran DPPID transmigrasi. ”Kalau ada bukti memanfaatkan percaloan, silakan tangkap. Di mana terjadinya, di ruang Banggar atau di mana, silakan buktikan,” ujarnya.
Pertemuan di Hotel Crown, menurut Tamsil, terjadi secara spontan. Tidak ada rencana atau skenario pertemuan.
Sementara itu, Tamsil mengaku mengenal Iskandar Prasojo alias Acos. Keduanya pernah menjadi pengurus Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia