JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Tamsil Linrung, kembali disebut dalam kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi. Mantan anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Mudhori menyebut Tamsil sebagai orang yang mengatur peningkatan anggaran transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sebelumnya, Dharnawati, terpidana 2,5 tahun dalam kasus itu, menyebut Tamsil menerima fee.
Ali menyebut nama Tamsil saat bersaksi untuk terdakwa kasus suap PPID Transmigrasi, Dadong Irbarelawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/2/2012) malam.
Ali menuturkan, mulanya, dia didatangi Sindu Malik (mantan pegawai Kementerian Keuangan) dan pengusaha Iskandar Pasojo (Acos) yang meminta diperkenalkan ke pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ali pun memperkenalkan keduanya dengan Djoko Sidik Pramono, Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat Transmigrasi.
Kepada Joko, Sindu dan Acos mengaku sebagai orang dekat Tamsil yang disebutnya mengetahui seluk beluk penganggaran terkait transmigrasi. Namun, lanjut Ali, Joko tidak percaya begitu saja akan ucapan keduanya. Untuk meyakinkan Joko, Sindu dan Acos lantas berjanji mempertemukannya dengan Tamsil.
Kemudian, terjadi pertemuan di Hotel Crowne sekitar Maret 2011. Pertemuan itu diikuti Ali, Acos, Sindu, Joko, dan Tamsil. Ali sendiri mengaku kenal Tamsil saat sama-sama anggota dewan 2004-2009.
Kepada Tamsil, tuturnya, Joko Sidik mengeluhkan soal anggaran pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang belum direspon Komisi IX DPR. Menjawab keluhan Joko, Tamsil mengatakan akan mengupayakannya di teman-teman Badan Anggaran DPR.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Ali, Acos, dan Sindu kemudian diminta mempersiapkan data-data daerah transmigrasi yang diperlukan. Selain ke Ditjen P2MKT, Ali juga menghubungi Dirjen Pembangunan dan Pembinaan Kawasan Transmigrasi (P2KT) saat itu, Herry Heriawan Saleh. Namun, karena Herry tidak dapat dihubungi, Ali menemui I Nyoman Suisnaya, Sekretaris Ditjen P2KT di ruangannya. Nyoman juga menjadi terdakwa kasus ini.
Selebihnya, Ali mengaku ikut dalam sejumlah pertemuan lanjutan. Namun dia mengaku tidak tahu kalau program yang diupayakan pencairan dananya oleh Sindu dan Acos itu adalah PPID Transmigrasi. Ali juga mengaku tidak tahu seputar commitment fee Rp 1,5 miliar yang diberikan pengusaha Dharnawati ke Nyoman dan Dadong.
Keterangan Ali berbelit-belit saat ditanya soal percakapan teleponnya dengan Fauzi (mantan anggota tim asistensi Menakertran). Dalam rekaman tersebut salah satunya dibicarakan pembagian jatah uang Rp 1,5 miliar, termasuk ke Tamsil. Ali sendiri mengaku dijanjikan Sindu dan Acos akan mendapat uang ganti transport atas jasanya memperkenalkan ke pejabat Kemennakertrans.
Rekaman pembicaraan Ali dengan Fauzi juga mengungkap istilah "Pak Ketum". Menurut Ali, ada dua versi arti istilah tersebut. Pertama, "Pak Ketum" merupakan panggilannya untuk Tamsil Linrung. "Kalau ketum yang saya maksud, intensifnya ketemu Tamsil. Ketum itu Ketua Umum Masyarakat Nelayan, Ketua Umumnya Pak Tamsil," kata Ali.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.