JAKARTA, KOMPAS.com -- Sistem tata kelola aset Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermasalah. Akibatnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap kinerja kementerian pada tahun 2010 memberi predikat atau opini disclaimer kepada kementerian itu. Persoalan aset itu pula yang menghambat peningkatan opini atau penilaian.
Hal itu dikemukakan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil dalam pertemuan dengan Mendikbud Mohammad Nuh dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, Selasa (14/2/2012), Jakarta. "Tadi sudah kita coba solusinya. Memetakan mana aset yang priotitas untuk diselesaikan," ujar Rizal.
Aset yang dimaksud adalah aset perguruan tinggi yang menjadi wewenang Kemdikbud. Rizal menjelaskan, banyak aset perguruan tinggi yang tidak tercatat, termasuk aset yang berstatus hibah. Masalah ini tidak bisa diselesaikan sekaligus karena ada aset-aset yang berasal dari dana dekonsentrasi. "Jika dibiarkan terlalu lama, khawatir akan terjadi penyelewengan atau penyalahgunaan," katanya.
Menanggapi hal ini Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, tata kelola aset di kementerian bermasalah. Hal itu karena banyaknya jumlah aset milik Kemdikbud, terutama tahun 2012, ketika bidang kebudayaan bergabung dengan pendidikan. "Kita ingin perbaiki tata kelola aset dan menumbuhkan budaya anti korupsi," ujarnya.
Ada tiga jenis aset di Kemdikbud. Pertama, aset yang sudah memiliki sertifikat dan tidak ada masalah sengketa. Kedua, aset yang telah bersertifikat tetapi terlibat sengketa. Ketiga, aset yang belum bersertifikat tetapi jelas milik Kemdikbud.
"Kami akan buat data aset prioritas, terutama aset yang strategis dan memiliki nilai tinggi," kata Nuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.