Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iwak Peyek, Produk Gerakan "CopyLeft"

Kompas.com - 10/02/2012, 09:46 WIB
Doddy Wisnu Pribadi

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Diabaikannya disiplin hak cipta dalam kasus lagu Iwak Peyek yang baru saja diluncurkan kelompok penyanyi dangdut Trio Macan di Jakarta, kendati lagu itu sebenarnya sudah merakyat di Jawa Timur dua tahun terakhir, adalah salah satu bukti tengah berlangsungnya gerakan yang oleh ilmuwan disebut gerakan copyleft .

Kata copyleft ini sebenarnya tidak ada artinya, karena hanya kebalikan dari copyright, atau hak cipta.

"Fenomena Iwak Peyek beserta lagu-lagu dangdut koplo yang di Jawa Timur merajai stasiun-stasiun radio dangdut beberapa tahun terakhir, bisa disejajarkan dengan protes Wikipedia dan situs Megaupload bersama para simpatisannya ketika hukum di Amerika mencoba membatasi kebebasan lalu lintas data di internet atas nama hak cipta (copyright)," kata budayawan yang juga Guru Besar Bahasa Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang (UM) Prof Dr Djoko Saryono di Malang, Kamis (9/2).

Lagu dangdut koplo sangat sukses antara lain dengan lagu-lagu populernya : Iwak Peyek , Jambu Alas Tali Kutang , Andai Aku Gayus , Ngamen (yang muncul berseri dari Ngamen 1 sampai Ngamen 20) selama ini menciptakan fenomena produksi cerita rakyat atau folklore.

Salah satu ciri lagu dangdut koplo adalah syairnya yang menerabas tatanan, seperti jatuh cinta pada istri orang. Pada lagu Jambu Alas ada kalimat : sayange wis duwe bojo (sayangnya sudah punya suami) dan kalimat tak enteni randane (saya tunggu jandanya).

Lagu koplo boleh dinyanyikan siapa saja di panggung hiburan rakyat mana saja tanpa masalah. Ini mengingatkan kita terhadap n asib Inul Daratista yang dulu sempat tak boleh menyanyikan lagu-lagunya Rhoma Irama, hanya karena goyangnya tak disukai Raden Haji Oma (Rhoma) Irama .

Rakyat kecil, wong cilik, kaum malang, kelompok rentan, kaum marjinal, atau apapun sebutannya, membangun pemahamannya sendiri atas gejala hidup yang menimpa mereka.

Misalnya masyarakat korban lumpur Lapindo yang kehilangan seluruh modal sosial, sejarah dan budayanya, bahkan peradabannya, tak berdaya menghadapi kesemena-menaan rezim politik ekonomi yang sedang berkuasa.

"Lalu mereka mendapat saluran pelepasan emosi yang runtuh itu melalui cerita-cerita rakyat atau folklore dalam lagu-lagu dangdut koplo. Lagu dangdut koplo dijejali pesan protes dan kemarahan dalam syair lagunya," katanya.

Bahkan lagu Ayu Ting Ting, Alamat Palsu, bisa disebut mewakili lagu dangdut koplo yang serba sederhana, logika bebas, ekspresi semaunya, berhasil menyusup pada kebudayaan elit yang selama ini tak pernah memperhitungkan dan menghargai gejala musik koplo itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com