Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengupas RUU Ormas

Kompas.com - 07/02/2012, 02:04 WIB

Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan sedang dibahas oleh panitia khusus di DPR. RUU ini telah menyedot anggaran untuk melakukan studi dan menyiapkan rancangan di lingkungan pemerintah sejak tahun 2000-an. Tulisan ini membahas akal-akalan di baliknya, misalnya agar RUU ini dapat menjadi dasar hukum membubarkan anarkisme berkelompok.

Fenomena anarkisme dalam masyarakat selama 10 tahun terakhir ini sering dibiarkan oleh aparat kepolisian atau setidaknya karena kelemahan yang bersifat melembaga (rasio personel tak sesuai dengan jumlah penduduk) ataupun ketakmampuan perseorangan. Mungkin pula faktor ketakjelasan arah kebijakan nasional dalam pemberantasan kejahatan telah menyumbang pembiaran tersebut meski Presiden sudah dibantu Komisi Kepolisian Nasional dalam merumuskan kebijakan itu.

Serba mencakup

Kenyataan tersebut tidak berkorelasi dengan akal-akalan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang sebetulnya didasarkan pada asumsi birokratik patrimonial. Ini tampak sejak definisi ormas yang serba mencakup: ”Organisasi masyarakat adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

RUU mencakup segala macam ormas (Pasal 7 Ayat 2). Termasuk di dalamnya bidang ekonomi (koperasi dan organisasi bisnis), hukum (law firm), asosiasi profesi, asosiasi keilmuan, kegiatan sosial filantropi, seni dan budaya (kelompok paduan suara), penghayat kepercayaan, agama (tarekat dan majelis taklim), penguatan demokrasi, perkumpulan berdasarkan hobi, dan lain-lain organisasi tak berstruktur, seperti jejaring sosial (social networking). Apa pun istilah lain bagi ormas itu (lembaga swadaya masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan organisasi sosial), RUU Ormas memang serba mencakup.

Pada zaman kolonial Belanda, pengaturan ormas dan kemerdekaan berserikat berseiring meski praktiknya lebih sering menggerus kebebasan berserikat. Berbagai organisasi pergerakan kemerdekaan mengalaminya.

Saat itu badan hukum sudah diatur (persona moralis atau zedelijk lichaam) seperti yayasan. Kini yayasan diatur oleh UU No 28/2004. Sudah diatur juga apabila vereniging (perkumpulan, perhimpunan, perserikatan, atau ormas) akan menjadi badan hukum (rechtspersoonlijkheid van vereniging), yang dewasa ini dikenal sebagai perkumpulan berbadan hukum atau ormas berbadan hukum. Rezim hukum terhadap perkumpulan ini (Staatsblad 1939 Nomor 570 dan Staatsblad 1942 Nomor 12-13) masih diberlakukan berdasarkan Aturan Peralihan UUD 1945.

Orde Baru tak peduli tentang fenomena sosial-politik dan kultural dengan fenomena hukum. Muncullah UU Organisasi Kemasyarakatan 1985 (UU No 8/1985) berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1983. Orde Baru tak cukup dengan pengumuman badan hukum di Berita Negara dan sudah terdaftar di Departemen Kehakiman atau pengadilan negeri setempat. Berdasarkan undang-undang itu, Orde Baru mengharuskan ormas ”berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis” (Pasal 8-12) untuk dibina pemerintah (Pasal 13-14).

Menyemai kebebasan

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com