JAKARTA, KOMPAS.com — Pensiunan Kementerian Keuangan, Sindu Malik Pribadi, pernah memerintahkan istrinya, Rohyati, untuk membakar dokumen-dokumen yang tersimpan di rumahnya, beberapa saat setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mencokok dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Diduga, dokumen-dokumen yang dihilangkan itu berkaitan dengan pemberian komitmen fee terkait alokasi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi.
Hal tersebut terungkap dalam pengakuan Sindu yang diperiksa sebagai saksi bagi terdakwa kasus dugaan suap PPID Transmigrasi, Dadong Irbarelawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/2/2012). Sindu mengaku, dia memerintahkan istrinya untuk membakar dokumen-dokumen itu karena merasa takut.
"Saya takut pak, sangat ketakutan, saya belum pernah alami seperti ini, insting saja, sudah lah bakar saja apa yang ada," kata Sindu. Namun dia membantah kalau dokumen-dokumen itu terkait PPID.
Istri Sindu, Rohyati, yang juga menjadi saksi dalam persidangan ini mengaku dua kali diperintah membakar dokumen-dokumen itu pada hari Nyoman, Dadong, dan Dharnawati ditangkap KPK, 25 Agustus 2011 lalu. Malam itu, bulan Ramadhan, sekitar pukul 18.38 dan 19.02, Rohyati menerima telepon dari Sindu yang memintanya bakar dokumen.
"Kenapa perintahnya malam-malam? Gak siang saja?" kata jaksa M Rum. Kemudian dijawab oleh Rohyati bahwa malam itu, dirinya kebetulan sedang bersih-bersih rumah.
"Bersih-bersih rumah kok malam-malam? Bukannya itu waktunya taraweh?" lanjut jaksa Rum. Rohyati juga membenarkan kalau dirinya pernah diminta Sindu membawa kabur mobil Innova milik keluarga mereka. Namun, permintaan itu belum dilakukannya. "Belum terjadi Pak," jawab Rohyati.
Adapun Sindu Malik merupakan salah satu tokoh sentral dalam kasus ini. Sejumlah saksi di persidangan menyebutkan kalau Sindu lah yang mengusulkan adanya komitmen fee 10 persen dari nilai proyek PPID di empat kabupaten di Papua. Komitmen fee tersebut harus dibayarkan Dharnawati (perwakilan PT Alam Jaya Papua) sebagai syarat menjadi rekanan pelaksanaan proyek PPID di Papua senilai Rp 73 miliar itu.
Salah satu terdakwa kasus ini, I Nyoman Suisnaya, pernah mengatakan, perusahaan-perusahaan lain di luar PT Alam Jaya Papua (perusahaan yang diwakili Dharnawati) telah membayar komitmen fee kepada Sindu Malik, Ali Mudhori, dan Iskandar Pasojo (Acos), sebagai syarat mendapat program PPID di luar Papua. Sepengetahuan Nyoman, sebanyak Rp 18 miliar dari total fee Rp 25 miliar yang terkumpul telah disetor ke Badan Anggaran DPR. Jaksa M Rum mengatakan, diduga dokumen-dokumen yang dibakar istri Sindu itu terkait pembayaran fee dari perusahaan lain selain PT Alam Jaya Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.