Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Demokrat Tantangan bagi KPK

Kompas.com - 02/02/2012, 02:28 WIB

Pekan lalu, kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dikabarkan dibahas di kediaman Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarifuddin Hasan, menjelaskan, pertemuan itu membahas seringnya Partai Demokrat menjadi bahan ulasan di media dan muncul satu pencitraan seakan-akan partai itu terlibat. Tak hanya itu, anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat, EE Mangindaan, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempercepat penuntasan kasus dugaan korupsi wisma atlet yang melibatkan Nazaruddin (Kompas, 28/1).

Penuntasan kasus dugaan korupsi wisma atlet seperti apa yang diminta petinggi Partai Demokrat dari KPK? Apakah KPK diminta mempercepat penetapan tersangka baru atau menutup kasus itu hanya sampai Nazaruddin? Apakah KPK diminta mempercepat pengungkapan siapa ”ketua besar”, ”bos”, atau apa yang dimaksud dengan ”apel malang” atau ”apel washington” dalam percakapan kasus itu? Atau, KPK juga diminta mempercepat pengusutan kasus dugaan korupsi yang terkait dengan Nazaruddin, seperti proyek Hambalang atau kasus lain?

Terhadap permintaan itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, penyidik KPK memiliki skala prioritas dalam menangani kasus. Selain itu, penyidik KPK juga harus berpegang pada pembuktian dan ekspos perkara dari penyidik. ”Ada mekanisme yang perlu diperhatikan. Tidak bisa tiba-tiba loncat. Kalau tidak, bisa terjadi abuse of power juga,” katanya.

Bisa saja penyidik KPK belum menemukan alat bukti baru dalam kasus wisma atlet meskipun terasa keterangan saksi seperti Mindo Rosalina Manulang atau Yulianis, yang dalam beberapa bagian searah dengan keterangan Nazaruddin selama ini, dapat menjadi petunjuk untuk mengembangkan kasus dugaan korupsi itu.

Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, KPK bisa menjadikan pengakuan Mindo di persidangan sebagai alat bukti. ”Dalam hukum ada namanya equality before the law (persamaan di muka hukum). Tidak ada yang kebal hukum. Apakah dia ketua partai, ia tidak kebal hukum,” ujarnya (Kompas, 18/1).

Penegasan Abraham itu sebenarnya menjadi angin segar bagi masyarakat, termasuk petinggi Partai Demokrat, yang menginginkan kejelasan penuntasan kasus itu. Namun, ibarat panggang jauh dari api, sering kali yang terjadi sikap tegas seorang Ketua KPK mungkin belum sepenuhnya didukung oleh penyidik KPK, termasuk pimpinan KPK yang lain.

Penasihat hukum Nazaruddin, Hotman Paris Hutapea, menilai, keterangan Mindo di persidangan bukan barang baru. Hal itu sudah ada dalam berita acara pemeriksaan dan diketahui penyidik sejak lama.

Oleh karena itu, Hotman mempertanyakan mengapa penyidik KPK tak mendalami dan menyidik lebih jauh makna ”apel malang” dan ”apel washington”, termasuk istilah ”ketua besar” atau ”bos” yang terungkap. Padahal, pendalaman keterangan Mindo itu menjadi salah satu kunci untuk mengungkap kasus dugaan korupsi di wisma atlet.

Kelambanan penyidik KPK, termasuk unsur pimpinan KPK, saat mengusut kasus itu juga dipersoalkan OC Kaligis, yang pernah menjadi penasihat hukum Nazaruddin. Bahkan, Kaligis pesimistis pimpinan KPK dapat menuntaskan kasus dugaan korupsi terkait Nazaruddin, khususnya wisma atlet.

Menurut Kaligis, penyidik KPK melokasir pemeriksaan kasus itu dengan tidak mengungkap berbagai fakta yang muncul dalam pemeriksaan. Selain itu, kasus ini juga kental dengan kepentingan politis. Karena itu, jika ingin menerima ”tantangan” petinggi Partai Demokrat untuk mempercepat penuntasan kasus dugaan korupsi wisma atlet itu, pimpinan KPK, termasuk penyidik KPK, harus bekerja keras dan memiliki sikap tegas.

Pimpinan KPK ditantang untuk menetapkan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet. KPK juga ditantang untuk mengusut kasus dugaan korupsi lain terkait Nazaruddin. Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mengungkapkan, tantangan itu bisa dijawab jika pimpinan KPK bergandengan tangan mengubah susunan penyidik. Merekalah yang turut menentukan arah dan akhir sebuah kasus. (ferry santoso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com